TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Lacak Jejak Sudut Kompas (LJSK) merupakan komunitas pecinta alam yang juga bergerak di bidang sosial dan edukasi.
Pengurus LJSK Tasikmalaya, Agung Nugraha, menjelaskan bahwa komunitas ini bermula dari kegiatan pelatihan mountainerring dan simulasi operasi SAR berbasis navigasi darat, gunung, hutan di Pegunungan Sawal, Ciamis, Jawa Barat pada 2014.
“Materi yang disampaikan menjadi ilmu dasar bagi peserta yang secara langsung belajar di alam,” ujarnya.
Baca Juga:Masuk PNS Berprestasi Jabar, Dua ASN Kota Tasikmalaya Diuji Para Dosen Kampus TernamaKetua DPD Gerindra H Amir Mahpud Bersyukur Tokoh Jawa Barat Diangkat Jadi Wamendagri!
Kegiatan tersebut berlanjut hingga season 2 pada 2015 dengan jumlah peserta yang meningkat.
Melihat potensi para peserta, Alan Jungle, selaku penggagas bersama rekan-rekan pecinta alam lain memutuskan menjadikan Lacak Jejak Sudut Kompas sebagai organisasi resmi pecinta alam.
Agung mengatakan, dengan tagline Adventure for Science Community, LJSK berfokus pada empat pilar utama: petualangan, edukasi, bakti sosial, dan kemanusiaan.
Organisasi ini telah menggelar berbagai kegiatan seperti Survival Techno, Latihan Bersama Survival, dan Latihan Bersama Simulasi OPSAR Gunung Hutan.
Di bidang sosial, LJSK aktif mengadakan kegiatan Catling (cat keliling) di sekolah TK/PAUD, musala, hingga menara masjid di daerah terpencil.
Mereka juga rutin menggelar aksi konservasi lingkungan dan terlibat dalam misi kemanusiaan seperti operasi pencarian di gunung, hutan, sungai, maupun dalam situasi bencana.
Agung menambahkan, regenerasi menjadi hal penting agar organisasi terus hidup dan menjaga alam tetap lestari.
Baca Juga:Jenderal Asal Tasikmalaya Diangkat Jadi Wakil Menteri Dalam NegeriGP Ansor Jawa Barat Sebut Sapoe Sarebu Jadi Program Paling Aneh!
Hingga kini, LJSK memiliki lima generasi dengan total 46 anggota, dipimpin oleh Asep Koharudin (Angox’s) dan dibina oleh Alan Jungle.
Ia menyoroti tren mendaki gunung yang kini digemari anak muda, namun sering dilakukan tanpa pengetahuan memadai.
“Banyak yang hanya ikut tren demi eksistensi di media sosial tanpa memahami ilmu pendakian, sehingga sering terjadi kecelakaan bahkan kematian,” katanya.
Menurutnya, kegiatan di alam terbuka mengandung banyak risiko, baik objektif maupun subjektif.
“Melihat situasi tersebut, LJSK membuka lebar bagi para pemuda yang memiliki hobi mendaki gunung untuk bergabung agar dapat lebih safety dalam berkegiatan di alam terbuka. Sebab, tidak ada pendaki yang terlatih, yang ada hanya pendaki yang terus berlatih,” tandasnya. (R Robi Ramdan)