BANJAR, RADARTASIK.ID – Program Rereongan Sapoe Sarebu yang dicanangkan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, melalui Surat Edaran (SE) Nomor 149/PMD.03.04/Kesra, menuai beragam tanggapan dari masyarakat.
Program yang mengimbau aparatur sipil negara (ASN), siswa, hingga masyarakat untuk berdonasi seribu rupiah per hari ini dinilai belum sepenuhnya tepat untuk diterapkan secara luas.
Ketua RW 04 Lingkungan Cibulan, Kelurahan Banjar, Kecamatan Banjar, Kota Banjar, Entis, menyampaikan ketidaksetujuannya terhadap kebijakan tersebut.
Baca Juga:Kisah Mbak Devi dari Subang dengan MbasiticomPaguyuban Online Bersatu Minta ASN Kota Banjar Naik Ojek Online Setiap Hari Jumat
Ia menilai, masyarakat Kota Banjar saat ini sudah memiliki berbagai kewajiban iuran di tingkat lingkungan, seperti iuran RT sebesar Rp 5.000 per bulan, dana kematian, serta biaya menjenguk warga yang sakit.
Selain itu, warga juga sering ikut dalam iuran untuk kegiatan insidental seperti Peringatan Hari Besar Islam (PHBI) dan perayaan Hari Kemerdekaan setiap bulan Agustus.
Menurut Entis, jika dikalkulasikan, beban iuran masyarakat setiap bulan sudah cukup besar, bahkan iuran RT saja seringkali mengalami tunggakan.
Karena itu, ia khawatir program Rereongan Sapoe Sarebu akan menambah beban finansial bagi masyarakat kecil.
”Kasihan sama masyarakat dibebani iuran,” ujarnya, Selasa, 7 Oktober 2025.
Ia juga menyoroti potensi kesulitan bagi petugas pengepul jika program tersebut benar-benar dijalankan di tingkat masyarakat umum.
Entis menyarankan agar kebijakan itu diterapkan terlebih dahulu di lingkungan ASN atau pegawai perkantoran yang memiliki penghasilan tetap setiap bulan.
Sebagai alternatif, ia mengusulkan agar pemerintah mempertimbangkan program sedekah sampah yang dinilai lebih realistis dan dapat diterima masyarakat.
Baca Juga:Tunarungu Bukan Penghalang, Pemkot Banjar Dorong Disabilitas Jadi Pionir KesejahteraanRibuan Warga Serbu Banjar Car Free Night, Jalanan Disulap Jadi Pesta Kuliner Raksasa
Namun, ia menegaskan pentingnya menyiapkan petugas khusus agar tanggung jawab tersebut tidak dibebankan kepada pengurus lingkungan.
Senada dengan Entis, salah seorang warga Kota Banjar bernama Maman juga mengaku tidak setuju dengan adanya aturan tersebut.
Ia berpendapat, kebijakan ini sebaiknya dikaji lebih matang sebelum diterapkan.
Menurutnya, masyarakat dengan penghasilan besar mungkin tidak keberatan, tetapi bagi warga berpenghasilan kecil, kebijakan ini bisa menjadi beban tambahan.
Wawancara sebelumnya, Wali Kota Banjar, H Sudarsono, menjelaskan, pihaknya belum menerima SE dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat secara resmi.