Menurut laporan media internasional kala itu, setelah kemenangan 3-1 atas Jerman Barat di final, Federasi Olahraga Nasional Italia (CONI) dilaporkan memutuskan untuk menyerahkan trofi emas Piala Dunia kepada Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) untuk disimpan selama tujuh hari.
Keputusan ini dianggap sebagai bentuk apresiasi terhadap perjuangan rakyat Palestina untuk kebebasan dan pengakuan internasional.
Berita mengejutkan tersebut pertama kali muncul lewat kantor berita UPI, yang mengutip laporan dari majalah mingguan October yang berbasis di Kairo.
Baca Juga:AS Roma di Puncak Klasemen, Gasperini: Masih Ada yang Menganggap Kami Bukan Penantang ScudettoAlessandro Florenzi: Scudetto AC Milan Terjadi Karena Kesalahan Inter
Dalam laporannya, majalah itu menyebut langkah Italia sebagai tindakan simbolis yang menegaskan posisi kemanusiaan dan politik negeri itu di tengah konflik Timur Tengah.
Peristiwa ini terjadi di tengah gejolak besar di Timur Tengah tahun 1982, tepatnya saat invasi Israel ke Lebanon dan tragedi pembantaian Sabra dan Shatila yang mengguncang dunia.
Gelombang protes besar melanda Eropa, termasuk di Italia, yang dikenal memiliki tradisi solidaritas kuat terhadap isu kemanusiaan.
Presiden Italia saat itu, Sandro Pertini, secara terbuka mengutuk pembantaian tersebut dan menyerukan penghentian kekerasan di Lebanon.
Sikap moral Pertini — yang juga ikut menonton langsung final Piala Dunia 1982 di Madrid — memperkuat citra Italia sebagai negara yang tak hanya bangga atas prestasi sepak bola, tetapi juga berani bersuara atas nama kemanusiaan.
Kini, lebih dari empat dekade kemudian, Abu Jazar berharap semangat kemanusiaan itu bisa hidup kembali.
“Italia pernah menunjukkan kepada dunia bahwa sepak bola bisa menjadi jembatan solidaritas. Sekarang kami membutuhkan sinyal kuat lainnya,” pungkasnya.
Baca Juga:Del Piero Kritik Taktik Tudor Saat Lawan AC Milan: Rotasi Bikin Juventus Kehilangan IdentitasJuventus vs AC Milan Berakhir Imbang, Allegri Disambut Hangat, Rabiot Jadi Sasaran Cemoohan
Bagi Abu Jazar, sepak bola bukan hanya soal hasil di lapangan. Ini adalah ruang untuk menyuarakan penderitaan dan harapan Palestina.
Pesannya sederhana tapi kuat — agar dunia, termasuk Italia, kembali melihat Palestina bukan sekadar dari sisi politik, melainkan dari sisi kemanusiaan.