Aktivitas Tambang Emas di Salopa Kabupaten Tasikmalaya Kembali Bergeliat, Warga Dirikan Tenda-Tenda

tambang emas di salopa tasikmalaya
Tangkapan layar aktivitas persiapan menambang emas di wilayah Mandalahayu Kecamatan Salopa Kabupaten Tasikmalaya.
0 Komentar

TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Aktivitas penambangan emas kembali bergeliat di wilayah Salopa Kabupaten Tasikmalaya. Sebuah video yang beredar memperlihatkan aktivitas warga di Desa Mandalahayu yang mulai mendirikan tenda-tenda peneduh tambang rakyat di lokasi yang diduga memiliki kandungan logam mulia tersebut.

Kepala Desa Mandalahayu, Maman, membenarkan warga yang mulai membangun saung di wilayah yang memiliki potensi tambang emas.

“Potensinya cukup banyak di Desa Mandalahayu, lebih banyak dibanding tambang yang ada di Kecamatan Cineam dan Karangjaya,” ujarnya kepada Radar, Kamis (2/10/2025) pekan kemarin.

Baca Juga:PB IGOCIS Resmi Berdiri, Kecamatan Cisayong Miliki Sekolah Bulu Tangkis PertamaIni Sikap Wali Kota Tasikmalaya soal Dugaan Dua Pejabat ASN yang Punya Dapur MBG!

Menurut Maman, potensi emas di desanya bukan lagi hitungan kilogram, melainkan kuintal dengan kedalaman sekitar 300 hingga 700 meter. Lahan tambang emas di wilayahnya mencapai luas 15 hektare.

“Ini potensi diolah oleh masyarakat Desa Mandalahayu. Kalau di Mandalahayu Izin Pertambangan Rakyat (IPR) ini dibuka oleh masyarakat dan izin terus diproses,” jelasnya.

Maman menuturkan, koperasi pertambangan rakyat kini tengah mengurus berbagai izin resmi. Anggotanya sudah mencapai lebih dari 2.000 orang dan diperkirakan akan bertambah hingga 5.000 anggota.

“Di Mandalahayu itu di setiap kampung ada potensi pertambangan emas. Mudah-mudahan Salopa merajai ekonomi se-Indonesia. Jadi jangan dijual ke luar negeri, rakyat hanya melihat saja hasilnya dan itu tidak etis. Rakyat lokal juga harus menikmati hasilnya,” tandasnya.

Sementara itu, seorang pegiat lingkungan dari Indonesia Green Movement (IGM) mengingatkan agar kegiatan pertambangan dilakukan sesuai aturan yang berlaku, mulai dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara hingga Permen ESDM Nomor 7 Tahun 2014 tentang Reklamasi, dengan tetap mengedepankan prinsip ekosentris.

“Terpenting ialah aspek dampak ekosistem dan lingkungan yang harus lebih diperhatikan. Sebab kita hidup berdampingan dengan hewan, tumbuhan, dan makhluk lain. Sudah sepantasnya kita saling menghargai satu sama lain dengan tidak bersikap antroposentris,” ujarnya yang meminta namanya tak disebut. (R Robi Ramdan)

0 Komentar