Dari pengalaman mencicipi makanan tersebut, mahasiswa memperoleh kosakata baru dalam bahasa Indonesia, misalnya ”manis,” ”pisang,” ”gurih,” ”beras ketan,” hingga istilah ”dijemur.”
Shinta juga menegaskan, selama mengajar ia sepenuhnya menggunakan bahasa Indonesia, karena mahasiswa yang diajar adalah mahasiswa Program Studi Bahasa Indonesia, Fakultas Bahasa Asing FPNU.
Jika terdapat istilah yang sulit dipahami, dosen lokal yang sudah mahir berbahasa Indonesia membantu menjelaskan.
Baca Juga:CKP Textile: Kisah Sukses Toko Kain Lokal yang MenduniaSopir Bus Antarkota Meninggal, Ahli Waris Terima Santunan Rp 42 Juta dari BPJS Ketenagakerjaan Tasikmalaya
”Mahasiswa di sana sangat berminat mempelajari bahasa Indonesia karena mereka juga tertarik dengan kekayaan budaya Indonesia yang beragam,” jelasnya.
Selain memberikan perkuliahan, Shinta juga mempresentasikan hasil penelitiannya dalam seminar akademik yang dihadiri dosen dan mahasiswa FPNU.
Kegiatan ini tidak hanya meningkatkan kerja sama antaruniversitas, tetapi juga memperkuat diplomasi budaya melalui bahasa dan kuliner.
Melalui program ini, Unsil diharapkan dapat terus berkontribusi dalam pengembangan BIPA di kancah internasional serta memperkenalkan budaya Sunda ke dunia.
Kehadiran Shinta Rosiana di FPNU menjadi bukti nyata bahwa bahasa Indonesia semakin mendapatkan perhatian di luar negeri. (Sandy AW)