CIAMIS, RADARTASIK.ID – Pemerintah Kabupaten Ciamis menargetkan untuk mewujudkan swasembada pangan berbasis pertanian organik pada tahun 2026.
Inisiatif ini mendapatkan dukungan penuh dari Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Ciamis, meskipun mereka menekankan perlunya pendekatan yang terukur dan bertahap.
Ketua KTNA Kabupaten Ciamis, Pipin Arip Apilin, menyatakan kesiapan daerahnya untuk memulai transformasi menuju pertanian organik, namun dengan beberapa catatan.
Baca Juga:Dinas PUTRLH Kabupaten Tasikmalaya Gerak Cepat Lakukan Perbaikan di Ruas Jalan Salopa-ManonjayaPastikan Tenaga Kerja Terlindungi Jaminan Sosial, Anggota DPRD Jabar Arip Rachman Sosialisasi Peraturan Daerah
“Kami mendukung penuh program ini, tetapi harus dimulai secara bertahap dan terfokus. Sebagai langkah awal, mungkin kita bisa mulai dengan padi organik. Jika untuk sayuran belum bisa maksimal, tidak apa-apa,” ujarnya.
Pipin menambahkan, bahwa meskipun sulit mencapai 100 persen, target minimal 80 persen untuk pertanian padi organik dapat dicapai.
Sekretaris Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Ciamis, Dadan Hardianto, menjelaskan bahwa persiapan untuk swasembada pangan organik tengah berjalan.
“Kami sedang mempersiapkan berbagai hal, termasuk regulasi, infrastruktur, pemberdayaan petani, dan kolaborasi lintas sektor. Semua ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia sintesis,” paparnya.
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Ciamis, Ape Ruswanda, menegaskan bahwa Kabupaten Ciamis berkomitmen untuk mendorong pertanian yang sehat dan ramah lingkungan.
“Kami terus berusaha agar pertanian di Kabupaten Ciamis beralih ke pendekatan organik. Saat ini, beberapa petani sudah mulai mengembangkan pertanian organik di beberapa lokasi,” ujar Ape.
Sebagai contoh, di Desa Bangunsari, Kecamatan Pamarican, terdapat 24 hektare sawah padi organik yang dikelola melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia.
Baca Juga:Tak Bisa Hanya Fokus Jalan, Komisi III Sentil Bupati Tasikmalaya: Jangan Lupakan Pelayanan Dasar Lainnya!HTN 2025, Petani Masih Jadi Tulang Punggung Tapi Terpinggirkan: Pemda Harus Bergerak!
Begitu pula di Dusun Pasir Eurih, Desa Medanglayang, Kecamatan Panumbangan, serta Dusun Cikole Kulon, Desa Cijulang, Kecamatan Cihaurbeti, dan Desa Kalapasawit, Kecamatan Lakbok.
Namun, meskipun sudah ada beberapa petani yang mengembangkan pertanian organik, baru tiga sawah yang tercatat sebagai padi organik bersertifikasi, yang mencakup sekitar 20 hektare.
Proses sertifikasi ini membutuhkan waktu yang cukup panjang, karena tidak bisa langsung dilakukan setelah penanaman padi organik.
“Setelah menanam padi organik, petani harus melewati proses sterilisasi terlebih dahulu. Proses sertifikasi ini bisa memakan waktu hingga tiga atau empat tahun,” jelas Ape.