TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Para Pedagang Kaki Lima (PKL) yang melapak di trotoar Dadaha bukan hanya merusak nilai estetika, namun juga infrastruktur fisik.
Pasalnya, trotoar dibangun dengan material yang disesuaikan untuk aktivitas pejalan kaki.
Di samping merenggut hak pedestrian —pejalan kaki— kondisi itu meningkatkan potensi kerusakan trotoar secara fisik.
Baca Juga:Minta Program MBG Dievaluasi, Warga Kabupaten Tasikmalaya Geruduk DPRDPAW Anggota DPRD Fraksi PAN Kota Tasikmalaya Terancam Batal Gara-Gara Tunggakan Iuran Partai
Seperti diungkapkan Kepala Bidang Jalan Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Kota Tasikmalaya, Hery Nugraha. Ia menyebut trotoar memiliki fungsi tunggal, yaitu sarana berjalan kaki.
“Kalau trotoar secara aturan jelas untuk pejalan kaki, bukan untuk pedagang. Idealnya ada tempat khusus untuk berjualan,” ujarnya kepada Radar, Jumat (26/9/2025).
Hery mengingatkan, pembangunan trotoar tidak semata soal estetik, tapi juga menyesuaikan dengan fungsinya.
Lapisan atas trotoar di Kota Tasikmalaya menggunakan beragam materia dari mulai batu andesit, paving block, hingga tegel khusus.
Kondisi fisiknya akan menjadi rawan rusak jika digunakan tidak sesuai dengan fungsi, termasuk menempatkan roda dagangan.
“Kalau barang-barang ditaruh sembarangan di sana, bisa mempercepat rusaknya tegel trotoar,” katanya.
Selain itu, trotoar saat ini juga dipasangi jalur khusus yang memandu penyandang disabilitas, khususnya tuna netra.
Baca Juga:Warga Karangresik Curiga! Temukan Motor Matic Tergeletak di Jembatan dengan Mesin MenyalaBenarkah Penerapan Manajemen Talenta di Kota Tasikmalaya Hasil dari Disertasi Pegawai BKPSDM?
Dalam hal ini keberadaan PKL juga menutup akses penting bagi kelompok rentan tersebut.
“Kalau ditempati PKL otomatis terganggu,.padahal jalur itu kita bangun supaya inklusif,” jelas Hery.
Khusus kawasan Dadaha, tim PUTR mencatat telah banyak terjadi kerusakan fisik.
Seperti permukaan trotoar yang terangkat oleh akar pohon, sebagian retak dan tidak rata.
Rencana perbaikannya sudah disiapkan, dengan kebutuhan anggaran hingga Rp5 miliar meliputi rehabilitasi trotoar sekaligus perbaikan drainase.
“Kalau hanya sebagian diperbaiki, konstruksi bawahnya tetap bermasalah,” tutur Hery.
Hery menjelaskan tantangan terbesar bukan hanya membangun, melainkan menjaga agar fungsi trotoar tidak kembali disalahgunakan.
“Setelah rapi, ya mohon maaf, seringkali dipakai untuk berjualan. Itu tantangan yang selalu berulang,” ucapnya. (Ayu Sabrina)