Soal Kasus Keracunan MBG di Tasikmalaya-Garut, Akademisi Ingatkan Bahaya Bakteri Salmonella

Keracunan Makanan di Tasikmalaya dan Garut
ilustrasi bakteri Salmonella
0 Komentar

Ketiga, bebas bahaya biologi —tidak terkontaminasi mikroba berbahaya yang dapat berkembang biak jika bahan baku busuk atau proses masak tidak matang.

Keempat, bebas bahaya rohani —sesuai keyakinan dan halal.

“Kalau salah satu tidak terpenuhi, makanan itu sudah tidak aman. Itulah yang sering luput dari perhatian di dapur besar MBG,” katanya.

Ia juga menguraikan tanda-tanda sederhana untuk mengenali makanan yang sudah tercemar.

Baca Juga:Benarkah Penerapan Manajemen Talenta di Kota Tasikmalaya Hasil dari Disertasi Pegawai BKPSDM?Kandungan Gizi pada Menu Makanan Bergizi Gratis Disorot PSU Kabupaten Tasikmalaya

Seperti bau menyengat pada nasi, telur, atau daging yang menandakan jumlah kuman sudah tinggi. Sedangkan bahaya kimia seperti boraks tidak bisa dikenali dengan kasat mata.

Sumarto juga menambahkan, semestinya pada tutup kemasan dicantumkan informasi batas kedaluwarsa (expired) makanan.

Dengan begitu, siswa atau orang tua yang membawa pulang makanan MBG tidak akan mengonsumsinya saat sudah basi.

“Ini juga penting bagi dapur MBG agar menghitung ketepatan distribusi. Kalau distribusinya molor, risiko makanan basi makin besar,” tegasnya.

Menyangkut higienitas, Sumarto menekankan pembersihan alat harus ideal: dicuci dengan air mengalir, dipastikan bebas lemak, lalu dibilas air panas atau didisinfeksi.

Perilaku pekerja dapur juga berperan, mulai dari penggunaan seragam yang khusus untuk dapur hingga memastikan tangan selalu bersih.

Dalam konteks menu, ia mengingatkan bahwa dapur MBG seharusnya melibatkan ahli gizi untuk merancang pola makan sesuai kebutuhan usia SD, SMP, dan SMA. Variasi menu penting agar siswa tidak bosan, namun yang terpenting tetaplah edukasi pengolahan yang aman.

Baca Juga:Kasus Keracunan MBG Marak di Tasikmalaya dan Garut, Orang Tua Jadi WaswasKonsep Manajemen Talenta yang Dipakai Pemkot Tasikmalaya Rawan Digugat

“Ahli gizi bisa menyusun rencana, tetapi pelaksanaannya sangat bergantung pada keterampilan juru masak. Itu yang perlu terus didampingi,” ujarnya.

Sumarto menutup dengan menekankan pentingnya penerapan sistem HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Points). Dengan analisis titik kritis sejak bahan baku hingga distribusi, potensi bahaya dapat dicegah sedini mungkin.

“Kalau semua dapur disiplin menjalankan standar ini, kasus keracunan bisa ditekan. Ingat, syarat pertama makanan itu bukan bergizi dulu, tapi harus aman,” tandasnya. (Ayu Sabrina)

0 Komentar