Pasanggiri Kebaya Sunda di Tasikmalaya Angkat Identitas Budaya dan Dukung Perajin Batik Lokal

kebaya sunda tasikmalaya
Puluhan perempuan berkebaya melangkah di karpet merah pada Pasanggiri Pinton Anggon Kabaya Sunda Sinjang Batik Tasikan di Graha Hotel Mandalawangi, Minggu (21/9/2025). (Ayu Sabrina/radartasik.id)
0 Komentar

TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Kebaya merupakan busana yang menjadi salah satu identitas nusantara, termasuk Tasikmalaya.

Aneka ragam jenis pakaian itu ditampilkan dalam Pasanggiri Pinton Anggon Kabaya Sunda Sinjang Batik Tasikan di Graha Hotel Mandalawangi, Minggu (21/9/2025).

Karpet merah membentang siang itu di lokasi acara, yang menjadi lintasan arena peragaan. Puluhan perempuan melangkah pelan, berlenggak-lenggok dengan kelom geulis di kaki mereka.

Baca Juga:Konsep Manajemen Talenta yang Dipakai Pemkot Tasikmalaya Rawan DigugatKarya Jurnalis Radar Tasikmalaya Masuk 5 Besar Nominasi Penghargaan Karya Jurnalistik tentang Anak oleh UNICEF

Ragam warna kebaya menempel anggun di tubuh mereka, dipadukan dengan kain panjang yang disebut sinjang. Gelung rambut tersusun rapi, selendang berayun pelan mengikuti irama langkah para peragawati itu.

Tanpa gemerlap ala panggung mode modern, nilai keanggunan yang diwariskan budaya Sunda tetap kuat tentang bagaimana wanoja menampilkan dirinya dengan wibawa.

Gelaran itu diinisiasi oleh Pasundan Istri (Pasi) Kota Tasikmalaya sebagai ajang untuk menegaskan kembali pesan lama, yakni kebaya bukan sekadar busana, melainkan identitas yang terus dirawat agar tak lapuk dimakan zaman.

Seperti diutarakan Ketua Pasi Puser Dra Hj Eni Sumarni ST MKes menyebut bahwa kelestarian budaya bergantung pada masyarakatnya, termasuk pakaian kebaya yang menjadi budaya bagi bangsa Indonesia. Untuk itu di tengah derasnya tren pakaian masa kini, ruang untuk sinjang dan kebaya harus dibiasakan hadir dalam keseharian warga. “Bisa karena terbiasa. Budaya itu jika ditenggelamkan, akan tenggelam. Tapi kalau dimunculkan, akan hidup kembali,” ujarnya.

Ketua Pasundan Istri Kota Tasikmalaya Dra Hj Elin Herlina MPd menambahkan event ini dikonsep dalam bentuk lomba. Disamping menjaga budaya dan tradisi, di sini ada juga upaya menghidupkan denyut usaha para perajin kebaya dan batik khas Tasikmalaya yang belakangan ini kian melesu.

“Saya sering dengar keluh kesah pengusaha batik. Mereka jarang diminati orang Tasik sendiri. Kebaya juga jarang dipakai, bahkan untuk acara undangan. Ada sih pembinaan, tapi itu tidak langsung menambah penghasilan mereka. Kalau ada lomba begini, otomatis banyak kebaya dibeli peserta. Lumayan untuk mereka,” katanya.

Di balik suaranya yang penuh semangat untuk melestarikan kebaya, terselip keprihatinan. Pasalnya warga Tasikmalaya sendiri justru lebih sering membeli kebaya dari Cirebon atau Yogyakarta.

0 Komentar