“Oleh karena itu, investasi dalam pengembangan kapasitas komunikasi bukan sekadar kebutuhan operasional, melainkan kewajiban konstitusional. Pejabat publik dituntut melayani masyarakat dengan sebaik-baiknya, termasuk melalui cara mereka menyampaikan informasi dan menanggapi aspirasi,” ucapnya.
Ia menambahkan, perubahan pola komunikasi harus dipandang sebagai bagian dari reformasi birokrasi yang lebih luas. Pejabat, katanya, tidak cukup sekadar menghindari kesalahan ucapan, tetapi juga membangun budaya komunikasi yang dialogis, partisipatif, dan penuh empati.
“Kalau ingin membangun pemerintahan yang dipercaya, komunikasinya harus terbuka dan menghargai publik. Jangan sampai masyarakat merasa diabaikan atau bahkan diperlakukan dengan cara yang merendahkan,” tandasnya. (Ayu Sabrina)