Ia juga menjelaskan makna nama upacara ini. Kata “nyangku” diambil dari kata “yanko” —Bahasa Arab— yang berarti membersihkan.
“Dalam Nyangku ini, dalam mencuci atau membersihkan benda pusaka menggunakan 55 sumber mata air. Sebanyak 55 sumber mata air tersebut disatukan untuk membersihkan benda pusaka dari museum Bumi Alit,” ujarnya.
Upacara Nyangku digelar setiap tahun, bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Hal ini sejalan dengan penghormatan terhadap Prabu Borosngora sebagai tokoh yang dipercaya pertama kali membawa ajaran Islam ke Panjalu pada abad ke-6. Tradisi ini kemudian berlanjut di abad ke-7 setelah wafatnya sang prabu.
Baca Juga:Manajemen Talenta di Kota Tasikmalaya: Inovasi atau Jalan Pintas Promosi Jabatan?Tak Berubah, Gaya Komunikasi Kadinsos Kota Tasikmalaya Dikritik Publik
Gelaran upacara adat Nyangku sendiri selalu meriah tiap tahun. Ribuan warga Panjalu dan sekitarnya selalu menghadiri acara yang dilaksanakan oleh Yayasan Borosngora tersebut. Hal ini menunjukkan betapa tradisi ini menjadi perekat sosial.
Yayasan Borosngora berdiri sejak 9 Agustus 1983. Tiap tahun, pihak yayasan berkolaborasi dengan pemerintah desa untuk terus menjaga kelestarian adat ini.
Kepala Disbudpora Ciamis, Dian Budiyana, menegaskan dukungan pemerintah dalam menjaga warisan budaya.
“Tujuannya supaya bisa terpelihara dengan baik sesuai dengan harapan kita bersama (dan) adanya pengakuan dan perlindungan terhadap warisan budaya leluhur kita,” katanya.
Dian menambahkan, keberlangsungan tradisi seperti Nyangku juga menjadi penanda kemajuan bangsa.
“Karena kemajuan bangsa ini bisa memelihara seni tradisi dan kebudayaannya,” ujarnya.
Upacara adat Nyangku Panjalu membuktikan bahwa warisan leluhur bukan sekadar benda pusaka, melainkan jembatan sejarah yang menyatukan generasi.
Baca Juga:Didanai Kelompok Anarkis Luar Negeri, Polda Jabar Ungkap Otak Pembakaran Bandung dan Tasikmalaya Bulan LaluDua Siswa MAN 1 Tasikmalaya Lolos Final OSN Tingkat Nasional Bidang Fisika
Di tengah arus modernisasi, Panjalu tetap teguh menjaga jejak Prabu Borosngora, menghidupkan nilai agama, budaya, dan persaudaraan yang diwariskan sejak berabad-abad lalu. (Fatkhur Rizqi)