4. Di Mana Transparansi dan Akuntabilitas?
Setiap kebijakan publik harus memiliki jejak pertanggungjawaban. Jika promosi talenta ditetapkan, maka dokumen metodologi penilaian, daftar talent pool, hingga matriks
pengembangan karier wajib diumumkan—setidaknya kepada Komisi Aparatur Sipil
Negara (KASN) dan DPRD. Tanpa publikasi, kebijakan justru menuai kecurigaan dan dapat mengundang gugatan hukum.
5. Rekomendasi Konstruktif
– Integrasi, bukan substitusi. Manajemen talenta seharusnya melengkapi, bukan menggantikan open bidding.
Baca Juga:Tak Berubah, Gaya Komunikasi Kadinsos Kota Tasikmalaya Dikritik PublikDidanai Kelompok Anarkis Luar Negeri, Polda Jabar Ungkap Otak Pembakaran Bandung dan Tasikmalaya Bulan Lalu
– Indikator objektif. Gunakan competency-based assessment dan skor kinerja tiga tahun terakhir.
– Validasi independen. Libatkan asesor eksternal agar hasilnya kredibel.
– Dokumen terbuka. Publikasikan pedoman talenta agar publik bisa mengawasi.
– Penguatan regulasi daerah. Perwal khusus diperlukan sebagai payung legal yang sinkron dengan PP No. 11/2017 dan Permen PAN-RB No. 38/2017 tentang Standar Kompetensi.
Sehingga, kata Dr Syarif, konsep manajemen talenta memang menawarkan janji SDM unggul di birokrasi daerah. Tapi jangan sampai ia menjadi dalih mem-bypass prosedur.
“Kota Tasikmalaya baru akan menuai manfaat jika talenta diukur secara ilmiah, dievaluasi terbuka, dan tetap tunduk pada prinsip meritokrasi. Tanpa itu, ‘talenta’ hanyalah aksesoris kebijakan aksesoris kebijakan yang mereduksi esensi reformasi birokrasi—keadilan, akuntabilitas, dan profesionalisme,” tandasnya. (K13)