Manajemen Talenta di Kota Tasikmalaya: Inovasi atau Jalan Pintas Promosi Jabatan?

Manajemen talenta kota tasikmalaya
Dr Syarif Hidayat M.Pd., MA, Dosen dan Peneliti Kebijakan Publik Tasikmalaya
0 Komentar

TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Pemerintah Kota Tasikmalaya memperkenalkan manajemen talenta sebagai dasar pengisian jabatan strategis, publik langsung antusias dan cemas.

Konsep “talenta” terdengar modern, tetapi bagaimana diintegrasikan ke dalam tata kelola Aparatur Sipil Negara (ASN) kerap luput dari perbincangan.

Tanpa mekanisme yang transparan dan terukur, manajemen talenta berisiko menjadi jalan pintas yang menggerus prinsip meritokrasi yang telah dipayungi regulasi formal.

Baca Juga:Tak Berubah, Gaya Komunikasi Kadinsos Kota Tasikmalaya Dikritik PublikDidanai Kelompok Anarkis Luar Negeri, Polda Jabar Ungkap Otak Pembakaran Bandung dan Tasikmalaya Bulan Lalu

Dosen dan Peneliti Kebijakan Publik Tasikmalaya Dr Syarif Hidayat M.Pd., MA menilai bahwa konsep tersebut perlu mendapatkan koreksi, agar tidak menjadi dalih untuk menghindari mekanisme seleksi terbuka yang telah diatur dalam regulasi.

Menurutnya, konsep manajemen talenta memang terdengar modern dan menjanjikan birokrasi yang lebih adaptif.

“Namun, jika dijalankan tanpa transparansi dan indikator objektif, hal itu justru dapat melemahkan prinsip meritokrasi yang selama ini diperjuangkan,” ujarnya.

Dia pun memaparkan hal-hal yang perlu diperhatikan oleh Pemkot Tasikmalaya, jika memberlakukan sistem manajemen talenta:

1. Meritokrasi di Persimpangan

Permen PAN-RB No. 15/2019 menegaskan bahwa pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi

(JPT) harus terbuka dan kompetitif melalui open bidding atau job fit.

Prinsip ini memastikan setiap ASN berlaga di arena yang sama: nilai kinerja, kompetensi, dan rekam jejak. Saat kepala daerah tiba-tiba “menyisipkan” label talenta, publik bertanya: Apakah jalur baru ini setara, atau justru melewati pagar kompetisi?

2. Talenta Bukan Sekadar Kata Kunci

Manajemen talenta menuntut data holistik—peta kompetensi, potensi, integritas, dan hasil assessment center. Tanpa empat komponen ini, istilah talenta berubah menjadi narasi kosmetik.

Baca Juga:Dua Siswa MAN 1 Tasikmalaya Lolos Final OSN Tingkat Nasional Bidang FisikaHima Persis Jawa Barat Desak Reformasi Tunjangan DPRD Berbasis Evaluasi Kinerja

Jika seleksi hanya berdasar subjektivitas pejabat pembina kepegawaian, efek dominonya jelas: ASN berprestasi merasa diabaikan, motivasi melorot, dan publik meragukan integritas birokrasi.

3. Risiko Patronase Terselubung

Indonesia telah lama berjuang keluar dari bayang-bayang patronase. Menghidupkan label talenta tanpa parameter baku ibarat membuka kotak Pandora.

Penerima promosi yang “terpilih” bukan karena kompetensi, melainkan kedekatan informal, akan menciptakan kesenjangan kepercayaan—baik di internal ASN maupun masyarakat.

Padahal kepercayaan adalah modal sosial utama bagi pemerintah daerah untuk menjalankan program pembangunan.

0 Komentar