Kejari Kota Tasikmalaya Paparkan Dampak Korupsi di Hadapan Pejabat  Kementerian, Pemkab dan Pemkot

Kasus korupsi, kejaksaan negeri kota tasikmalaya
Kepala Kejari Kota Tasikmalaya Yusnani SH MH mengisi materi pada Sosialisasi Pengelolaan Bantuan Pemerintah dalam Rangka Pencegahan Korupsi oleh Kementerian Kebudayaan di Hotel Harmoni, Jumat (12/9/2025).
0 Komentar

TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Kejaksaan Negeri Kota Tasikmalaya memaparkan persoalan korupsi kepada para pejabat kabupaten dan kota Tasikmalaya. Di mana korupsi berdampak negatif terhadap berbagai hal, salah satunya menurunkan kualitas program.

Hal itu disampaikan Kejari Kota Tasikmalaya Yusnani SH MH bersama Jaksa Fungsional, Ibu Yustika SH saat mengisi materi Sosialisasi Pengelolaan Bantuan Pemerintah dalam Rangka Pencegahan Korupsi oleh Kementerian Kebudayaan di Hotel Harmoni, Jumat (12/9/2025).

Pada kesempatan tersebut, kejaksaan menyampaikan secara bahasa korupsi adalah merusak seperti penyakit. Di mana hal tersebut merupakan tindak pidana yang diatur melalui UU No 31 tahun 1999 jo UU nomor 20 tahun 2001. “Korupsi bukan hanya masalah hukum tetapi juga penyakit sosial yang merusak kepercayaan publik,” ungkapnya.

Baca Juga:Dadaha Terbelit Kepentingan, Penataan Butuh Kekuatan Politik DPRD dan Wali Kota TasikmalayaSebagian Sekolah dan Madrasah di Kota Tasikmalaya Belum Terima MBG

Korupsi bukan sekadar mengambil uang dari anggaran program pemerintah, namun ada beberapa kategori perbuatan yang masuk pada tindak pidana korupsi. Di antaranya yakni suap-menyuap, penyalahgunaan jabatan, pemerasan, tindakan curang, konflik kepentingan, dan gratifikasi.

Perbuatan korupsi ini memberikan dampak negatif terhadap berbagai hal, termasuk pada program kebudayaan. Dari mulai meningkatnya biaya operasional, menurunkan kualitas program dan menghambat investasi. “Termasuk menghancurkan kepercayaan publik serta menimbulkan sikap apatis di masyarakat,” katanya.

Untuk itu pemerintah sendiri perlu melakukan berbagai upaya pencegahan agar tindak korupsi tidak sampai terjadi pada program yang dilaksanakan. Di antaranya penguatan transparansi dari mulai prose pengajuan, evaluasi dan penyaluran bantuan, ditambah edukasi integritas melalui pelatihan anti korupsi. “Tidak kalah penting juga menerapkan sistem pengawasan dengan audit internal dan eksternal berkelanjutan,” ujarnya.

Potensi korupsi sendiri bisa terjadi dalam berbagai program pemerintah, dalam hal ini kejaksaan mengungkapkan beberapa contoh kasus pada program kebudayaan. Di antaranya kasus korupsi pengadaan Gamelan di Magetan tahun 2019 dengan nilai proyek Rp 1,1 miliar. “Dalam kasus ini kerugian negara mencapai Rp 520 juta, di mana 17 sekolah gagal menerima gamelan yang layak (kualitas buruk),” terangnya.

Contoh lain yakni kasus korupsi Dinas Kebudayaan DKI Jakarta tahun 2022 sampai 2024 di mana terdapat manipulasi dan penyalahgunaan anggaran. Pada kasus ini, penyidik mengamankan barang bukti uang tunai Rp 1 miliar ditambah ratusan stempel palsu. “Di kasus ini kerugian negara mencapai Rp 36,3 miliar,” tuturnya.

0 Komentar