TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Tasikmalaya bukan hanya melahirkan banyak tokoh seni dan budaya, tetapi juga sosok-sosok pendidik yang memberi warna bagi dunia anak. Salah satunya adalah Susan Nurhayati SPdI MPd, seorang pendidik perempuan yang sejak awal kariernya mengabdikan diri pada pendidikan anak usia dini.
Lahir dan besar di Ciawi, Susan tumbuh dengan keyakinan bahwa pondasi pendidikan terkuat justru dibangun pada masa kanak-kanak. Semangat itu mengantarnya menapaki jalan panjang sebagai guru PAUD sejak tahun 2004, hingga kini menjelma menjadi dosen tetap di Program Studi PIAUD IAILM Suryalaya.
Perjalanan akademiknya dimulai dari bangku SDN Kandaga (1996), lalu MTsN Pamoyanan (1999), dan MAN Ciawi (2002). Kecintaannya pada dunia pendidikan anak membawanya menempuh studi di IAIN Sunan Gunung Djati Bandung (2004), kemudian melanjutkan hingga meraih gelar magister di Universitas Galuh Ciamis (2018).
Baca Juga:Sambut Harpelnas 2025, Indosat Berikan Hadiah Spesial untuk PelangganDipimpin NextGen, Plaza Asia Tasikmalaya Semakin Relevan dan Adaptif di Anniversary Ke-18
Meski telah meraih gelar akademis, Susan tidak berhenti belajar. Ia menyalurkan ilmunya melalui pengajaran di berbagai RA dan PAUD di Bandung dan Tasikmalaya, serta dipercaya menjadi asisten dosen (2008–2015) di sejumlah perguruan tinggi. Pengalaman itu menempanya menjadi pendidik yang matang, sekaligus pelatih (trainer) PAUD yang kerap diminta berbagi pengetahuan.
Susan bukan sekadar pengajar di kelas. Ia aktif menulis karya ilmiah dan buku, dari topik pengajaran moral hingga problematika pembelajaran di sekolah dasar. Salah satu bukunya yang dikenal adalah “Dari Perempuan Tasikmalaya untuk Perempuan Indonesia”, sebuah refleksi panjang tentang peran dan tantangan perempuan di ruang publik maupun domestik.
Kiprahnya juga meluas dengan mendirikan Sekolah Ibu (2017), ruang belajar nonformal yang dirancang untuk memberdayakan perempuan dalam mengasuh dan mendidik anak. Gagasan ini, menurut Susan, tak lepas dari inspirasi tokoh Sunda, Dewi Sartika, yang pada 1904 mendirikan “Sakola Istri” untuk memajukan perempuan lewat jalur pendidikan.
“Sebagai perempuan Tasikmalaya, saya ingin melanjutkan spirit itu. Sekolah Ibu hadir agar perempuan bisa memperkuat wawasan, pengetahuan, sekaligus menyadari tugas dan tanggung jawabnya,” ungkapnya.
Dalam salah satu tulisannya, Susan menekankan bahwa perempuan adalah motor perubahan dalam organisasi, meski kerap bekerja dalam diam. “Perempuan membawa kekuatan yang lahir dari intelektualitas, kepekaan emosional, dan ketekunan. Nilai-nilai itu menjadi fondasi penting bagi pertumbuhan organisasi,” tulisnya.