Annisa Resmana, Penulis Asal Tasikmalaya yang Menyalakan Gerakan Literasi Hingga ke Panggung Dunia

SOSOK INSPIRATIF
Annisa Resmana saat manggung dan beraktivitas di bidang literasi.
0 Komentar

Annisa melanjutkan pendidikan magister di Universitas Indonesia. Ia lulus summa cum laude dengan IPK 3,89, menulis tesis tentang diplomasi pertahanan maritim di kawasan Arafura. Pada masa ini pula ia aktif menjadi asisten peneliti di CSIS Jakarta (2017), asisten dosen dan peneliti untuk Dr Ariasa Hadibroto Supit (2018), hingga menjabat Sekretaris Jenderal Pusat Kajian Ketahanan Nasional UI (2018–2019).

Ia juga kerap mendatangi kampus FIB UI Depok, menghadiri seminar almarhum Sapardi Djoko Damono. “Saya menemukan guru kembali di dunia literasi,” katanya.

Selepas studi, Annisa bergabung dengan Perta Daya Gas (2019–2021) sebagai analis perencanaan strategis sekaligus kepala humas. Ia terlibat dalam proyek transisi energi di Papua Barat dan Bali. Tahun 2024, ia dipercaya sebagai Direktur Hubungan Masyarakat Rumah Joglo Indonesia Foundation, mengelola strategi komunikasi lembaga sosial.

Baca Juga:Dipimpin NextGen, Plaza Asia Tasikmalaya Semakin Relevan dan Adaptif di Anniversary Ke-18Alhambra Hotel Tasikmalaya Hadirkan “Everyday Escape” untuk Liburan Singkat Penuh Kenyamanan

Sejak kecil hingga kini, api sastra tak pernah padam. Ia mendirikan komunitas Dermaga Sastra di Bandung (2015–2016), menulis buku cerita anak seri Kabayan (2014 & 2016), mendongeng di sekolah dasar lewat proyek Ti Leutik Tinu Leutik (2016–sekarang), serta membangun ruang belajar tematik Teras Estuari di Bandung (2023–sekarang).

Karya puisinya Seperti Aku Mengenalmu (2023) lahir sebagai buku suvenir pernikahan bersama suaminya. Sementara Telinga yang Tidak Dijual di Pasar Saham menjadi bukti kesungguhannya merawat sastra di tengah jalan panjang profesionalisme.

Bagi Annisa, menulis bukan sekadar tentang angka penjualan. “Kalau saya, menulis itu tujuannya agar tulisan saya ada manfaat dan berkah bagi pembaca,” ujarnya. Ia menekankan bahwa karya yang baik adalah yang mampu menggerakkan pikiran, menyalakan imajinasi, dan menemani pembaca yang benar-benar membutuhkannya.

Dari Tasikmalaya ke Bandung, dari Jakarta hingga Bali, Annisa menunjukkan bahwa intelektualitas dan seni bisa berjalan beriringan. Ia menyalakan api literasi di persimpangan jalan, menjadikan kritik sebagai kompas, dan kata-kata sebagai perahu untuk menyeberangi zaman. (Ayu Sabrina B)

0 Komentar