RADARTASIK.ID – Kutukan nomor 9 di AC Milan kembali menjadi bahan perbincangan usai Rossoneri ditumbangkan Cremonese di laga perdana Serie A.
Sejak era keemasan Filippo Inzaghi berakhir, Milan seolah tak pernah benar-benar menemukan striker dengan nomor punggung ikonik tersebut.
Deretan penyerang datang silih berganti, dari nama besar hingga bakat muda, namun nyaris semuanya gagal memenuhi ekspektasi.
Baca Juga:Marco Baroni Tak Terima Torino Dibantai Inter 5-0: Sebagian Besar Gol Hasil Kesalahan SendiriRasmus Hojlund Terima Pinangan Napoli, AC Milan Angkut Striker Rp420 Miliar Milik Sporting Lisbon
Hanya Olivier Giroud yang berhasil mematahkan mitos tersebut, menjelma sebagai pengecualian di tengah kisah suram pemilik nomor 9 Rossoneri.
Laporan La Gazzetta dello Sport menyoroti bahwa Giroud menjadi satu-satunya pemain yang mampu memberi arti pada nomor 9 Milan dalam dua dekade terakhir.
Striker asal Prancis itu datang ke San Siro pada 2021 dengan status pelapis Zlatan Ibrahimovic, namun situasi berubah ketika Zlatan berkutat dengan cedera.
Giroud naik kelas, menjadi tumpuan utama, bahkan mengantar Milan meraih Scudetto 2021/2022 yang bersejarah.
Hingga akhir kontraknya bersama Milan, ia tetap menjadi pemain penting di lini depan Rossoneri.
Celakanya, setelah Giroud pergi, Milan kembali menghadapi teka-teki besar di posisi penyerang tengah.
Contoh terbaru jelas menunjukkan tren kegagalan. Musim lalu, Rossoneri punya enam penyerang dengan kualitas yang beragam, tetapi hampir semuanya gagal memberi dampak signifikan.
Baca Juga:Daftar Pemain Inter yang Mendapat Pujian dari Jurnalis Italia Usai Bantai Torino 5-0Jurnalis Italia Sanjung Kemenangan Telak Inter atas Torino, Sebut Petar Sucic sebagai Modric Baru
Alvaro Morata didatangkan dari Atletico Madrid dengan harga kurang dari €15 juta (sekitar Rp268 miliar) dan hanya bertahan enam bulan sebelum dipinjamkan ke Galatasaray, lalu hengkang ke Como tanpa sempat benar-benar berkontribusi.
Luka Jovic pun tak mampu menancapkan kukunya di San Siro. Kontraknya dibiarkan habis, dan kini ia melanjutkan karier ke AEK Athens.
Divock Origi mungkin menjadi salah satu contoh paling mengecewakan.
Didatangkan dengan gaji bersih €4,5 juta per tahun (sekitar Rp80 miliar), ia hanya mencetak dua gol dalam 36 penampilan.
Upayanya bangkit di Nottingham Forest pun gagal, dan Milan sempat menimbang pemutusan kontrak lebih cepat.
Tammy Abraham, yang dipinjam dari Roma, juga tidak mampu memberi jaminan gol. Sepuluh gol dalam 44 pertandingan dianggap terlalu minim, dan ia akhirnya dilepas ke Besiktas.