TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Di tengah angka kemiskinan Kabupaten Tasikmalaya yang menempati urutan ke-21 tertinggi di Jawa Barat, terselip kisah hidup seorang perempuan sederhana bernama Komala (55).
Ia tinggal di Dusun Cikelir, Kampung Cipeuteuy, Desa Cibatuireng, Kecamatan Karangnunggal.
Selama dua dekade menjanda, ia menjalani hidup dengan penuh kesabaran dan keterbatasan. Komala membesarkan seorang anak seorang diri.
Baca Juga:Mahasiswa Endus Dugaan Nepotisme di Lelang Proyek Puskesmas di Kota Tasikmalaya!Proses Audit Selesai, Kepala SMAN 3 Tasikmalaya Dinyatakan Tidak Bersalah dan Aktif Kembali
Tanpa suami yang mendampingi, ia hanya mengandalkan tenaganya untuk bekerja sebagai buruh serabutan.
Kadang ia juga mencoba menjahit, namun usaha kecil itu terhenti karena mesin jahitnya rusak dan pelanggan yang datang pun semakin jarang.
Setiap ada tawaran kerja, sekecil apa pun, Komala menerimanya dengan senang hati.
“Paling dapat dari disuruh orang membersihkan rumput di kebun, atau menanam bibit padi di sawah. Itu juga ada anak kerja di kota, paling dikirim sedikit, buat kebutuhan makan dan lainnya,” tuturnya.
Sehari-hari, penghasilannya hanya Rp5.000 hingga Rp10.000. Dengan uang sebesar itu, ia berusaha mengganjal perut. Komala kerap makan nasi ditemani kerupuk dan sambal lalapan seadanya. Rumah yang ditempatinya selama 25 tahun, berdinding bilik dan papan, sering bocor saat hujan serta dimasuki angin ketika badai datang.
“Tidak banyak permintaan. (Ingin) hidup cukup, rumah nyaman dan aman. Walaupun saat hujan seringkali bocor, dan ketika ada angin besar udara masuk ke rumah,” ujarnya.
Sesekali, Komala menerima bantuan pemerintah berupa Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) seperti beras, minyak, dan telur. Namun, bantuan itu hanya mampu bertahan sebulan. Sisanya, ia kembali berjuang dengan kondisi apa adanya.
Baca Juga:Garis Kemiskinan Wilayah Priangan Timur Naik Tiap Tahun, Berapa Masing-Masing Angkanya?Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan 1000 Persen di Cirebon Distop Gubernur Jabar, Ini Kata Dedi Mulyadi
“Hanya cukup satu bulan saja, sisanya kembali makan seadanya. Iya sabar saja, yang penting sehat hidup bahagia. Saya hanya berdoa agar anak saya yang bekerja di kota sukses dan bisa membanggakan orang tua,” kata Komala.
Ketika tidak ada pekerjaan, jalan terakhir yang ditempuh Komala adalah berutang kepada warung atau saudaranya demi memenuhi kebutuhan harian.
“Kalau tidak ada dari serabutan terpaksa pinjam ke tetangga atau saudara. Paling anak suka kirim uang, itupun tidak banyak. Mudah-mudahan pemerintah bisa memperhatikan kami ini yang hidup seadanya,” ungkapnya.