GARUT, RADARTASIK.ID – Gelombang digitalisasi semakin terasa dampaknya bagi pedagang konvensional, termasuk di Kabupaten Garut.
Kebiasaan masyarakat yang kini lebih memilih berbelanja online membuat pusat-pusat perdagangan tradisional, seperti Garut Plaza, mengalami penurunan kunjungan dan aktivitas ekonomi.
Fenomena ini bukanlah hal baru.
Namun, perubahan tren belanja yang terus bergeser ke ranah digital mendorong pemerintah daerah untuk mencari solusi agar pedagang konvensional tidak tertinggal.
Baca Juga:Garut Masih Rawan Kejahatan, Polisi Intensifkan Patroli Dialogis di Pusat KeramaianNelayan Garut Akhirnya Kebagian Kapal, Tapi Masih Menanti Pelabuhan Memadai
Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Energi, dan Sumber Daya Mineral (Disperindag ESDM) Kabupaten Garut, Ridwan Effendi, menegaskan, pedagang kini berhadapan langsung dengan tantangan besar berupa digitalisasi yang tidak bisa dihindari.
Ridwan menyebut kondisi Garut Plaza saat ini berada pada fase stagnan, ”hidup segan mati tak mau”.
Menurutnya, situasi ini perlu segera diatasi dengan langkah konkret agar kawasan perdagangan tersebut bisa kembali hidup dan ramai.
Ia mengungkapkan, pihaknya tengah merumuskan strategi agar Garut Plaza dapat bertransformasi menjadi pusat ekonomi yang tidak hanya mengandalkan transaksi tatap muka, tetapi juga bisa menembus pasar digital.
Sebagai bagian dari upaya revitalisasi, pemerintah daerah sudah melakukan komunikasi dengan berbagai pihak, mulai dari pengelola pusat pertokoan di Jalan Ahmad Yani, Pasar Baru, Garut Plaza, hingga gedung eks pedagang kaki lima (PKL).
Rencana besar yang disusun adalah menjadikan kawasan tersebut sebagai zona ekonomi inklusif yang mampu menampung pedagang kecil maupun menengah, sekaligus memadukan konsep offline dan online.
Ridwan menekankan, apa yang dialami Garut sejatinya merupakan cerminan dari kondisi nasional.
Baca Juga:Kenapa TNI AD Turun Tangan Membersihkan Eceng Gondok di Situ Bagendit Kabupaten Garut?Mencegah Jeratan Pinjol, Wahegar Membuka Peluang Baru untuk Perempuan Garut
Hampir seluruh wilayah di Indonesia kini menghadapi tantangan serupa, di mana pedagang konvensional harus bersaing dengan penetrasi e-commerce dan marketplace yang semakin masif.
Meski perubahan zaman kerap terasa mengancam, Ridwan meyakini, digitalisasi juga membawa peluang besar.
Ia mendorong para pedagang untuk segera beradaptasi dengan memanfaatkan teknologi, mulai dari media sosial, marketplace, hingga layanan pesan antarberbasis aplikasi. ”Sering kali masyarakat berbelanja online,” ucapnya, Minggu, 23 Agustus 2025. (Agi Sugiana)