Aris mengatakan, warga tetap memaksakan diri melintas, selama air masih bisa diterobos oleh motor. Namun jika debit air terlalu tinggi, jalan benar-benar tak bisa dilewati.
“Ini jalan penghubung utama Desa Nagrog ke Bojongsari. Hampir semua warga, dari pelajar SD, SMP, SMK, sampai petani, melewatinya setiap hari. Bahkan ambulans juga sering lewat sini kalau ada warga yang sakit,” katanya.
Aris menambahkan, pilihan lewat jalan alternatif sebenarnya ada, namun kondisinya tidak bersahabat. Selain jauh, jalurnya rusak parah. Karena itulah, jalan Leuwi Eretan tetap menjadi akses vital, meski setiap musim hujan selalu menimbulkan rasa cemas.
Baca Juga:Garis Kemiskinan Wilayah Priangan Timur Naik Tiap Tahun, Berapa Masing-Masing Angkanya?Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan 1000 Persen di Cirebon Distop Gubernur Jabar, Ini Kata Dedi Mulyadi
“Kalau musim kemarau aman-aman saja, tapi begitu hujan turun deras, kami harus siap mempertaruhkan nyawa. Seperti tanggal 15 Agustus lalu, jalan ini sempat terendam penuh dan tidak bisa dipakai sama sekali,” jelasnya.
Bagi masyarakat Nagrog dan Bojongsari, Leuwi Eretan bukan hanya jalan. Ia adalah simbol perjuangan bertahan hidup di tengah keterbatasan akses jalan untuk pendidikan, ekonomi dan kesehatan. (Ujang Nandar)