TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Setiap kali hujan deras mengguyur wilayah selatan Kabupaten Tasikmalaya, warga Desa Nagrog, Kecamatan Cipatujah, dan Desa Bojongsari, Kecamatan Culamega, harus menghadapi pilihan sulit. Mereka tetap melintasi jalan Leuwi Eretan yang terendam arus sungai, atau menempuh jalan desa yang jauh lebih panjang dengan kondisi jalan rusak.
Jalan Leuwi Eretan bukan sekadar jalan biasa. Ia adalah urat nadi yang menghubungkan warga dengan sekolah, pasar, hingga layanan kesehatan. Meski berisiko, akses ini tetap dipilih karena waktu tempuhnya jauh lebih singkat. Dari Nagrog menuju jalan utama hanya butuh 15 menit. Sementara lewat jalur desa lain bisa memakan waktu lebih dari satu jam.
Warga Desa Nagrog Ade (43), menyapaikan, warga terpaksa melintasi jalan ini, meski kondisinya terndam air sungai dan berbahaya.
Baca Juga:Garis Kemiskinan Wilayah Priangan Timur Naik Tiap Tahun, Berapa Masing-Masing Angkanya?Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan 1000 Persen di Cirebon Distop Gubernur Jabar, Ini Kata Dedi Mulyadi
“Setiap hujan, jalan ini pasti terendam. Beberapa hari lalu juga begitu. Tapi kami terpaksa lewat, kalau tidak aktivitas warga lumpuh,” tutur dia.
Ade mengaku, meski tersedia jembatan gantung di jalur tersebut, kondisinya sudah lapuk dan membahayakan. Warga justru merasa lebih aman melintas lewat jalan yang membelah sungai itu, meski harus berhadapan dengan derasnya arus.
“Kalau musim hujan, kami sering waswas. Pernah ada kendaraan yang terseret arus. Untung penumpangnya selamat,” kenang Ade.
Kondisi ini sudah berlangsung puluhan tahun. Tanpa ada solusi nyata. Jalan yang rendah membuatnya mudah tertutup luapan Sungai Cipatujah.
Warga berharap pemerintah tidak menutup mata terhadap kondisi ini. Pembangunan jembatan permanen atau peninggian badan jalan menjadi solusi yang paling mendesak, agar masyarakat tidak lagi harus bertaruh nyawa demi bisa beraktivitas.
“Kalau jalan ini bisa ditinggikan atau dibuat jembatan yang kokoh, tentu lebih aman. Warga tidak perlu lagi takut terseret arus hanya untuk pergi sekolah atau ke pasar,” ujar Ade penuh harap.
Seorang guru di Desa Nagrog, Aris Yulianto kemudian membuat Vlog yang memperlihatkam kondisi jalan kecil menembus aliran sungai. Iandan guru-guru lain harus menunggu debit air sedikit turun agar bisa melintas