Namun, ketika berbicara tentang Roma, nada suaranya berubah penuh emosi. Delapan tahun membela Giallorossi meninggalkan jejak mendalam dalam hidupnya.
“Keempat anak saya lahir di Italia, dan kami berniat menetap di sini. Di Roma, saya merasa benar-benar hidup,” ucapnya.
“Malam saat kami menang 3-0 atas Barcelona… itu rasanya seperti memenangkan Liga Champions. Kami melawan Barcelona yang penuh bintang, tertinggal 4-1 di Camp Nou, tapi mampu membalikkan keadaan,” kenang Dzeko.
Baca Juga:Gattuso Kunjungi Milanello, 3 Pemain Lokal AC Milan Berpeluang Masuk Timnas ItaliaSihir Tare di AC Milan Berlanjut: Sukses Buang Pemain yang Makan Gaji Buta Rp72 Miliar per Tahun
Ia bahkan menyinggung perasaan Francesco Totti saat pensiun, sesuatu yang kini mulai bisa ia pahami.
“Meninggalkan apa yang sudah menjadi hidupmu selama puluhan tahun—latihan, rekan setim, stadion-stadion penuh—itu sulit. Saya tahu hari itu akan datang, tapi saya belum siap. Saya masih merasa punya banyak hal untuk diberikan kepada Fiorentina,” pungkasnya.
Kini, di penghujung karier, Dzeko tak hanya berperan sebagai penyerang, tapi juga mentor bagi pemain muda di Fiorentina.
Meski trofi Liga Champions tak pernah ia genggam, ia percaya bahwa malam ajaib di Olimpico sudah cukup menjadi warisan abadi dalam perjalanan sepak bolanya.