“Mereka harus tahu kondisi di Unsil seperti apa. Ada kasus kekerasan yang belum ditangani serius,” tuturnya.
Azril menambahkan, kekerasan di perguruan tinggi masih berulang terjadi. Padahal sudah ada payung hukum yang melindungi yakni Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS), yang kini diganti dengan Permendikbudristek Nomor 55 Tahun 2024.
“Keputusan pemimpin harus tegas. Jangan hanya menunggu. Kami minta menindak tegas pelaku-pelaku lain juga. Rektor harus tegas kepada pelaku yang sudah dinyatakan bersalah,” katanya.
Terkendala Status ASN
Baca Juga:Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan 1000 Persen di Cirebon Distop Gubernur Jabar, Ini Kata Dedi MulyadiKota Tasikmalaya dan Dua Daerah Lain Belum KLA, Pemprov Jabar Gagal Raih Penghargaan Provila dari KemenPPA
Berdasarkan informasi yang dihimpun Radar, dosen terlapor masih berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) meski sudah tidak lagi aktif mengajar di kelas. Saat ini, ia dikabarkan berada di luar Kota Tasikmalaya. Status kepegawaiannya disebut-sebut memperumit langkah dan sanksi yang akan diambil Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemendikti Saintek).
Di sisi lain, civitas akademika berharap sistem bisa berpihak pada korban dan tidak lagi menutupi kasus dengan alasan menjaga nama baik institusi.
Respons Pihak Rektorat
Aksi para mahasiswa sempat membuat kuliah perdana mahasiswa baru terhenti. Wakil Rektor Bidang Akademik Universitas Siliwangi, Dedi Kusmayadi, tampak bergegas menghampiri para pengunjuk rasa dan meminta mereka menghentikan aksinya.
“Kalau kita itu terbuka terhadap kritik. Cuma caranya jangan di event seperti ini. Ini kan kuliah perdana, mestinya khidmat. Sampaikan aspirasi ke tempat yang tepat, ada BEM, BLM, ada dekan juga. Kalau datang bersama-sama ke rektorat, pasti akan kita terima. Kalau seperti ini kurang elegan,” kata Dedi.
Ia menilai aksi itu dilakukan tanpa koordinasi dengan pihak kampus.
“Ini tanpa izin tanpa apa pun, sudah masuk. Di luar etika ya kurang bagus,” ujarnya.
Meski demikian, Dedi membantah tudingan bahwa rektorat melindungi dosen terlapor. Menurutnya, proses penanganan kasus tetap berjalan dan kampus telah berkoordinasi dengan kementerian.
“Enggak, kita progress terus dengan Kementerian. Karena ranah yang menentukan terkait sanksi dan segala macam itu dari kementerian. Baru minggu kemarin, kita sudah ke sana,” katanya.