Waspada! Predator Anak Berkeliaran di Medsos, UPTD PPA Kota Tasikmalaya ungkap Fakta Begini

media sosial ramah anak yang seperti apa
gambar ilustrasi: net
0 Komentar

TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Kebiasaan orangtua memberi keleluasaan kepada anak untuk menggunakan gawai dan mengakses internet perlu ditinjau ulang.

Tanpa pengawasan yang memadai, anak-anak amat berisiko menjadi korban kekerasan di platform daring.

Perkembangan teknologi yang kian pesat justru memuluskan terjadinya kekerasan terhadap anak di ranah digital.

Baca Juga:Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan 1000 Persen di Cirebon Distop Gubernur Jabar, Ini Kata Dedi MulyadiKota Tasikmalaya dan Dua Daerah Lain Belum KLA, Pemprov Jabar Gagal Raih Penghargaan Provila dari KemenPPA

Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2024 mencatat, sebanyak 39,71 persen anak usia dini di Indonesia sudah menggunakan telepon seluler. Sementara 35,57 persen di antaranya bahkan telah mengakses internet.

Sayangnya, tingginya penetrasi penggunaan gawai itu belum dibarengi dengan literasi digital dan pengawasan orangtua yang memadai.

Plt Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kota Tasikmalaya, Dindin Mohamad Syafarudin, menyebutkan hingga 6 Agustus 2025 sedikitnya terdapat 163 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Dari jumlah itu, 127 kasus menimpa anak.

Salah satu bentuk yang marak adalah Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO). Jenisnya beragam, mulai dari pelecehan, pelanggaran privasi, perusakan reputasi, peretasan, ancaman penyebaran foto atau video pribadi, hingga child grooming.

“Sekarang tren-nya berbeda. Usia remaja bukan lagi child grooming, tetapi justru ancaman penyebaran video seksual. Jadi ada kasus anak, remaja tanggung, seolah introvert, bertemu di media sosial lalu diajak video call untuk direkam. Jika menolak memberikan uang, videonya diancam disebar,” ujar Dindin saat diwawancara, Rabu (13/8/2025).

Ia menambahkan, pernah ada orangtua yang melapor lantaran anaknya menjadi korban manipulasi digital.

“Sempat ada orangtua menceritakan bahwa anaknya korban. Kepala anaknya, badannya orang lain,” tuturnya.

Baca Juga:Bupati Pangandaran Lepas Mahasiswa KKN STH Galunggung ke Lima Desa di Kecamatan ParigiBerburu Layangan Putus, Seorang Anak di Kota Tasikmalaya Terserempet Motor dan Meninggal Dunia

Dampak KBGO pun tak bisa dianggap sepele. Korban bisa mengalami kerugian psikologis seperti depresi, keterasingan sosial, bahkan sensor diri karena takut menjadi korban lebih lanjut. Kerugian ekonomi dan pembatasan mobilitas juga menjadi ancaman nyata.

Menurut catatan Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), sejumlah faktor membuat anak rentan menjadi korban KBGO.

Di antaranya kebebasan mengakses internet sejak dini, minimnya literasi digital, serta kurangnya pengawasan orangtua. Selain itu, pengaturan privasi di platform digital dinilai masih rumit. Fitur trending juga sulit dikontrol.

0 Komentar