Menurut Dindin, korban seharusnya bisa mendapatkan penanganan di safe house atau rumah aman. Sehingga para korban benar-benar merasa terlindungi dan bisa berbicara tanpa khawatir terdengar dari ruangan lain.
“Tak ada lagi cerita bahwa konseling terdengar dari ruang sebelah,” ujarnya.
Di tengah segala keterbatasan itu, ruang keluh kesah ini tetap menjadi saksi langkah pertama para korban. Setiap suara yang menembus dinding tipisnya adalah penanda bahwa harapan, betapapun rapuhnya, masih hidup.(Ayu Sabrina)