TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Forum Honorer Guru dan Tenaga Kependidikan (FHGTK) Kabupaten Tasikmalaya melakuan aksi mogok mengajar massal yang berlaku di seluruh wilayah kabupaten.
Aksi ini dimulai pada Rabu, 13 Agustus 2025 dan akan berlangsung hingga pemerintah daerah memberikan klarifikasi resmi yang dianggap memuaskan.
Keputusan mogok mengajar tersebut diambil berdasarkan hasil Rapat Koordinasi FHGTK bersama para Koordinator Kecamatan (Korcam) pada 12 Agustus 2025.
Baca Juga:Sera Sani Jabat Unsur Ketua GM FKPPI Kabupaten Tasikmalaya: Teruskan Perjuangan dan Nilai-Nilai Kebangsaan!Dosen Unsil Tasikmalaya Tingkatkan Kapasitas Pelaku UMKM di Desa Selasari Kabupaten Pangandaran
Ketua FHGTK Kabupaten Tasikmalaya, Aris Yulianto, menjelaskan bahwa aksi ini merupakan bentuk respons terhadap surat pernyataan Bupati Tasikmalaya. Dalam edaran itu, Bupati menyatakan siap mengangkat para PPPK Paru Waktu menjadi tenaga resmi, namun tidak diikuti dengan peningkatan kesejahteraan.
“FHGTK menolak klausul dalam surat pernyataan yang mewajibkan seluruh Non-ASN untuk menandatangani dokumen tersebut. Kami menilai itu merugikan dan tidak berpihak pada tenaga honorer,” tegas Aris.
FHGTK menginstruksikan seluruh anggotanya untuk menghentikan kegiatan mengajar sesuai jadwal mogok, menyampaikan aspirasi secara santun dan tertib, menjaga persatuan, serta menghindari tindakan provokatif.
Menurut Aris, gerakan ini bukan perlawanan tanpa arah, melainkan upaya menuntut keadilan dan perlindungan hak-hak honorer yang telah lama mengabdi di dunia pendidikan.
Koordinator FHGTK Kecamatan Cikotomas, Asep Helmi, mengungkapkan bahwa semua PPPK Paruh Waktu, termasuk yang tergabung di wilayahnya, sepakat mogok mengajar tanpa batas waktu yang pasti.
“Bupati memang menyatakan akan mengangkat kami, tapi melarang menuntut status ASN PPPK dan tidak ada kenaikan gaji. Upah yang kami terima tetap sama seperti honorer biasa,” ujarnya.
Asep menambahkan, para PPPK Paruh Waktu meminta gaji minimal sesuai UMK atau setidaknya disamaratakan pada angka yang layak dan berkeadilan. Ia mencontohkan, meski sudah mengabdi hingga 18 tahun, dirinya hanya menerima gaji Rp100–150 ribu per bulan.