“Targetnya di seluruh titik. Sebelumnya kan sudah juga di Jalan Sutsen,” katanya.
Sebelumnya, pengadaan pot Bugenvil ini menuai kritik dari warganet hingga aktivis sosial yang menilai kebijakan tersebut tidak menyentuh akar persoalan lingkungan kota, seperti buruknya pengelolaan sampah dan minimnya ruang terbuka hijau (RTH).
Kepala Bidang Tata Lingkungan DLH Kota Tasikmalaya, Wiwin Nuraini, menambahkan pemasangan pot-pot tersebut memang dimaksudkan mendukung penilaian Adipura.
Baca Juga:Tahapan Pengisian Kursi Direktur Operasional BPRS Al Madinah Kota Tasikmalaya Sudah DijalankanMasih Ingat Pesan H Amir Mahpud: 5 Dosa yang Harus Diberantas Pemerintah Kota Tasikmalaya!
“Harapannya, tampilan pusat kota bisa lebih asri, dan ini jadi langkah konkret mendukung penilaian Adipura,” ujarnya pada Senin (4/8/2025).
Seluruh pot rencananya akan ditanami bunga Bugenvil tiga warna, yang dikenal tahan panas dan tetap berbunga di musim kemarau.
“Bugenvil ini pilihan ideal karena tahan cuaca, warna bunganya cerah, dan bisa membuat suasana pusat kota lebih hidup,” tambah Wiwin.
Dikritik Aktivis
Pegiat sosial Tasikmalaya, Fathurochman SPd Gr mempertanyakan prioritas Pemerintah Kota yang justru mengutamakan tampilan trotoar, sementara permasalahan mendasar seperti pengelolaan sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) tak kunjung dibenahi.
“Tidak jelas. Harusnya usut dulu masalah sampah di TPA yang tidak dilakukan pemrosesan. Bukan malah sibuk beli pot-pot itu,” kata Fathurochman.
Ia menambahkan, Wali Kota Tasikmalaya seolah tidak memahami fungsi utama trotoar bagi pejalan kaki. Kritik Fathurochman juga berangkat dari pemahaman atas indikator penilaian Adipura itu sendiri.
Berdasarkan laman resmi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Adipura adalah penghargaan bagi kota-kota yang berhasil dalam kebersihan dan pengelolaan lingkungan perkotaan.
Baca Juga:Jadi Temuan BPK, Belanja BBM Rp 1,4 Miliar di DLH Kota Tasikmalaya Buru-Buru Dikembalikan!MAN 1 Tasikmalaya Gelar Workshop Kurikulum Berbasis Cinta dan Pembelajaran Mendalam
Program ini mendorong tata kelola yang berkelanjutan, dengan kriteria penilaian yang meliputi: pengelolaan sampah, ruang terbuka hijau (RTH), pengendalian pencemaran air, dan pengendalian pencemaran udara—bukan sekadar aspek visual atau estetika.
“Kalau Adipura itu tolok ukurnya pengelolaan lingkungan, bukan tampilan trotoar yang ditanami bunga. Jadi cara berpikirnya harus dibenahi,” tegas Fathurochman. (Ayu Sabrina)