TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Sejak tahun 2018, RSUD dr Soekardjo memiliki mesin cathlab. Namun belum pernah difungsikan untuk pelayanan karena kendala teknis.
Mesin cathlab sendiri merupakan alat canggih untuk tindakan operasi pasien penyakit jantung. Dari mulai pemasangan kateter sampai tindakan medis lainnya.
RSUD dr Soekardjo sudah memiliki mesin harga belasan miliar tersebut dari bantuan pemerintah pada tahun 2018. Bahkan layanannya pun sudah dipromosikan sejak tahun 2024 lalu.
Baca Juga:Pengembalian Cepat Sesuai Arahan, Jawaban DLH Kota Tasikmalaya Soal Temuan BPK 1,4 Miliar dari Pembiayaan BBMKecelakaan Petugas DLH Kota Tasikmalaya, Bukti Risiko Kerja Pegawai Non ASN
Namun realitanya, sampai tahun 2025 mesin tersebut belum pernah dioperasikan untuk melayani pasien. Bukan karena tidak ada pasien, namun karena belum siap secara teknis.
Hal itu terungkap saat peninjauan Komisi IV DPRD Kota Tasikmalaya ke RSUD dr Soekardjo. Salah satunya mengecek ruang Cathlab untuk penindakan pasien penyakit jantung yang bertahun-tahun tidak digunakan.
Direktur RSUD dr Soekardjo dr Budi Tirmadi mengakui hal tersebut. Di mana sampai saat ini, sejak bantuan alat tersebut datang, belum ada pasien yang bisa terlayani untuk tindakan menggunakan cathlab. “Ketika alat itu datang, dokter spesialis jantungnya belum ada yang kompeten,” ungkapnya.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pihaknya pun memfasilitasi dokter spesialis jantung untuk mengikuti pendidikan guna memenuhi kompetensinya. Tahun 2024, barulah pihaknya punya SDM dokter yang berkompeten mengoperasikan cathlab. “Baru selesai mengikuti fellowship itu tahun 2024,” terangnya.
Namun kendala tidak selesai sampai di situ saja, RSUD juga perlu menyediakan alat-alat medis yang menunjang cathlab. Dengan kemampuan finansial yang tidak mendukung, pemenuhan kebutuhan itu pun harus tertunda. “Itu kita harus modal sendiri, itu yang saya bingung,” tuturnya.
Sebagaimana diketahui, saat ini keuangan RSUD dr Soekardjo sebagai BLUD milik Pemkot Tasikmalaya sedang tidak baik-baik saja. Di mana berbagai sarana dan prasarana tidak bisa memenuhi kebutuhan pelayanan terhadap pasien. “Kita pendapatan terbatas, sedangkan ada skala prioritas (yang harus dibayar) seperti bajar gaji karyawan, listrik, dan bayar hutang ke distributor obat,” tuturnya.(rangga jatnika)