Delapan Tahun Jembatan Putus, Warga di Kabupaten Tasikmalaya Ini Bertaruh Nyawa Seberangi Sungai dengan Rakit

rakit kabupaten Tasikmalaya
Rakit penghubung Desa Padawaras dan Desa Nagrog. (IST)
0 Komentar

TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Sudah delapan tahun lamanya, warga di dua desa di Kecamatan Cipatujah ini hidup dalam kesulitan akses yang tak kunjung berkesudahan. Desa Padawaras dan Desa Nagrog.

Ini terjadi sejak satu-satunya jembatan penghubung mereka hilang digulung banjir besar tahun 2018.

Kepala Desa Padawaras, Yayan Siswandi, menyampaikan, jembatan gantung yang dulu berdiri kokoh di Kampung Bantarsereh, kini tinggal kenangan.

Baca Juga:MAN 1 Tasikmalaya Gelar Workshop Kurikulum Berbasis Cinta dan Pembelajaran MendalamBangunan Liar di Atas Saluran Cimulu Kota Tasikmalaya Dibongkar Pemprov Jabar, Kafenya Pindah Kemana?

Jembatan itu dibangun pada 2017 dengan harapan besar, namun hanya setahun kemudian lenyap bersama derasnya air bah yang menghancurkan bukan hanya satu, tapi juga jembatan nasional Cipatujah–Ciandum.

“Waktu itu airnya datang tiba-tiba, besar sekali. Jembatan langsung terseret, habis tak bersisa,” kenangnya.

Sejak saat itu, warga tak punya pilihan selain menempuh jalan memutar belasan kilometer, melintasi jalan rusak.

Akses yang dulunya bisa ditempuh lima menit, kini butuh puluhan menit.

Kendati demikian tak sedikit warga yang memilih jalan pintas.

Di area bekas jembatan ini tersedia rakit yang diikat dengan tali tambang untuk menyeberangi sungai. Namun cara ini mempertaruhkan nyawa sebab debit air bisa membesar kapan saja.

Setiap hari, anak-anak sekolah dan para petani membawa hasil panen mereka dengan rakit ini dari satu sisi ke sisi yang lain.

Ironisnya, tak jauh dari lokasi sebenarnya ada jembatan darurat yang dibngun oleh TNI. Namun tetap tidak digunakan warga karena kontruksinya dinilai terlalu ringkih.

Baca Juga:Yang Tersisa dari Gagal Tampilnya Hindia di Kota Tasikmalaya!Hampir Tujuh Tahun Menjabat, Kinerja Kadinkes Kota Tasikmalaya Layak Dievaluasi!

“Tidak ada yang berani lewat. Selain cukup tinggi, kabel slingnya kendur. Warga takut ambruk saat dilintasi (kendaraan, red),” ujar Yayan.

Lebih menyakitkan, harapan yang datang dari janji-janji pejabat pemerintah hanya menguap di udara.

Berulang kali warga mengajukan proposal pembangunan jembatan, tapi usulan itu tak pernah masuk daftar prioritas pembangunan Pemkab Tasikmalaya.

Padahal, menurut Yayan, mestinya bisa didanai melalui skema darurat seperti jembatan Ciandum dan Bojongsari.

Kini, bekas tapak jembatan itu ditelan semak dan rumput liar. Tempat yang dulu menjadi nadi mobilitas warga, kini sunyi, seolah dilupakan waktu.

Salah satu Warga Desa Nagrog, Agus Wahidin, mangatakan bagi warga jembatan itu bukan sekadar struktur besi dan kayu—ia adalah simbol kehidupan yang terputus.

0 Komentar