BANJAR, RADARTASIK.ID – Sri Wahyuni, seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Kelurahan Karangpanimbal, Kecamatan Purwaharja, Kota Banjar, menghadapi masalah serius saat mencoba kembali ke Tanah Air setelah bekerja di Brunei Darussalam.
Kisahnya bermula pada Desember 2024, ketika pekerja asal Kota Banjar itu memutuskan untuk bekerja di luar negeri, tanpa mengikuti prosedur resmi.
Ibu Sri Wahyuni, Yati (59), mengungkapkan, anaknya berangkat ke Brunei Darussalam dengan terburu-buru, setelah menerima tawaran pekerjaan melalui telepon sekitar pukul 20.00.
Baca Juga:Taza Banjar Barokah: Solusi Alternatif Umrah dengan Fasilitas Dana TalangIzin Usaha Investor Asing Dibilang Ribet, Pemkot Banjar Bongkar Fakta Sebenarnya
Tidak lama setelah itu, Sri berangkat pada malam yang sama tanpa persiapan yang memadai.
”Sri ditelpon sama Mang Kholik ditawarin kerja, karena anaknya memang mau cari kerja,” ucapnya, Selasa, 29 Juli 2025 di kediamannya di lingkungan Cikadu, Kelurahan Karangpanimbal.
Sri diminta untuk membayar sejumlah uang guna pengurusan paspor, sebesar Rp 700 ribu.
Namun, kondisi keuangan Sri yang tidak memungkinkan membuatnya tidak dapat membayar uang tersebut.
Beruntung, ia dibantu oleh seorang rekan Kholik bernama Wanto, yang meminjamkan uang untuk biaya paspor tersebut.
Sesampainya di Brunei Darussalam, Sri dipekerjakan untuk tugas yang sangat berbeda dari yang dijanjikan.
Meskipun awalnya dijanjikan pekerjaan di sektor rumah tangga, kenyataannya ia justru diminta untuk merawat ternak, sebuah pekerjaan yang membuatnya merasa stres.
Baca Juga:Ramai Dukungan Warga, Dusun Sindangmulya Siap Pisah dari Desa Kujangsari Kota BanjarMahasiswi STIT Muhammadiyah Banjar Sabet Juara Nasional dalam Kompetisi Presentasi Oral di UAD
Hanya bertahan selama 20 hari, Sri merasa tak mampu melanjutkan pekerjaannya dan akhirnya memutuskan untuk kabur dari tempat penampungan agen.
Namun, masalah tidak berhenti di situ.
Selain mengalami kesulitan dalam pekerjaan, Sri juga menghadapi kendala besar terkait dengan paspor yang hilang.
Ia tidak tahu apakah paspor tersebut dibawa olehnya atau ditahan oleh pihak agen.
”Sri mau pulang ke Banjar, tapi terkendala paspornya tidak tahu ke mana sehingga terkendala tertahan di Brunei Darussalam sampai sekarang,” terang Yati.
Keluarga Sri pun menerima kunjungan dari Wanto beberapa bulan lalu, yang meminta mereka untuk membayar sejumlah uang sebesar Rp 35 juta sebagai kompensasi karena Sri kabur dari agen.
Namun, keluarga Sri menegaskan, mereka tidak memiliki uang sebanyak itu untuk diberikan.