Sebagai orang tua tunggal, ia kesulitan untuk memberikan pengawasan maksimal sekaligus bekerja demi kebutuhan hidup. “Saya makanya butuh asrama yang mengawasin,” jelasnya.
Ia merasa keberadaan asrama dan pengawasan oleh pembimbing seperti Anggita selama ini sangat membantu menjaga keamanan dan pendidikan putrinya.
Asep juga mengaku tak pernah menerima informasi apapun terkait pengosongan kamar tersebut.
Baca Juga:Tabloid Nyata vs Jawa Pos: Perebutan Saham PT Dharma Nyata Pers di Meja Hijau SurabayaBode Riswandi Wakili Jawa Barat dalam Parade Seni Pembacaan Puisi di Festival Seni Bali Jani 2025
Ia mempertanyakan siapa yang mengeluarkan barang-barang anaknya dari kamar dan mengapa dilakukan tanpa pemberitahuan kepada pihak sekolah maupun wali murid.
Menurutnya, keberadaan asrama bukan hanya soal tempat tinggal, tapi juga simbol dukungan negara bagi pendidikan anak-anak disabilitas yang datang dari berbagai daerah.
Ia berharap pemerintah bisa segera membangun kembali fasilitas asrama yang ramah bagi penyandang disabilitas, khususnya putri.
Menurutnya, banyak keluarga seperti dirinya yang tidak memiliki kemampuan untuk mengawasi anak-anak mereka sepanjang waktu.
Tanpa asrama, pendidikan anak-anak tersebut akan terancam karena keterbatasan mobilitas dan pengawasan.
Klarifikasi Dinsos Jabar
Menyusul kabar yang sempat menghebohkan publik soal dugaan pengusiran dua siswi disabilitas dari asrama Pusat Layanan Sosial Griya Harapan Difabel (PPSGHD), Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat akhirnya angkat bicara.
Pihak UPTD PPSGHD memastikan, kedua siswi SLBN A Pajajaran tetap bisa menjalankan aktivitas belajar seperti biasa tanpa hambatan.
Baca Juga:BUMD Jawa Barat Akan Digabung, Pemprov Siapkan Kajian Akademik Komprehensif, Bagaimana Nasib bank bjb?Mimpi Pembalap Muda Dimulai di Sini! Ini Cara Honda Daya Jayadi Racing Team Bina Juara Masa Depan
Dikonfirmasi media, Kepala UPTD PPSGHD, Andina Rahayu, menyatakan, informasi yang beredar di media sosial tidak sesuai fakta.
Menurutnya, tudingan bahwa para siswi diusir bahkan terancam putus sekolah adalah informasi yang menyesatkan.
Ia mengklaim, tidak pernah ada kebijakan pengusiran.
Yang terjadi, menurut Andina, hanyalah pemindahan lokasi tinggal yang merupakan bagian dari relokasi terencana.
Andina menjelaskan, relokasi ini sudah disepakati sejak 15 Juli 2025 dalam koordinasi antara pihak PPSGHD dan SLBN A Pajajaran.
Dua siswi tersebut nantinya akan digabungkan bersama klien disabilitas lainnya dalam lingkungan yang lebih inklusif.
Penempatan ulang ini disebut sebagai bentuk penguatan interaksi sosial antarpenyandang disabilitas serta efisiensi penggunaan fasilitas.
Penting untuk dicatat, lanjut Andina, relokasi ini tidak memengaruhi keberlangsungan pendidikan kedua siswi.