TASIKMALYA, RADARTASIK.ID – Forum Penyelamat Ekonomi Rakyat (FPER) Kabupaten Tasikmalaya menyoroti keberadaan 48 minimarket yang diduga tidak memiliki izin operasional.
Ketua FPER Kabupaten Tasikmalaya, Asep Abdul Rofik, mendesak Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya, khususnya Bupati, untuk mengambil langkah tegas terhadap pelanggaran tersebut.
“Menjamurnya toko modern di Kabupaten Tasikmalaya merupakan dampak dari perubahan kebijakan dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional dan Toko Modern,” ujarnya kepada Radar, Minggu 13 Juli 2025.
Baca Juga:Fauzian Faikal Siap Bawa Nafwa FC Salawu Gemilang di Festival Grassroots Tasik Raya Cup 3Anggota DPRD Jabar Arip Rachman Sosialisasikan Perda Pedoman Pelayanan Kepemudaan: Dorong Optimalisasi Pemuda
Awalnya, kata dia, perda tersebut mewajibkan toko modern berdiri minimal lima kilometer dari pasar tradisional. Namun, setelah mengalami revisi, jarak itu dipangkas menjadi hanya satu kilometer, bahkan kini tidak lagi diterapkan secara ketat.
“Sekarang toko modern bisa berdiri sangat dekat, bahkan berdampingan langsung dengan pasar tradisional. Ini jelas merugikan para pedagang kecil,” ujar Asep.
Asep menilai kebijakan perubahan jarak tersebut mencederai semangat keberpihakan kepada ekonomi kerakyatan.
“Kami tidak tahu apa yang menjadi landasan kepala daerah dalam mengubah aturan jarak itu. Padahal, tujuan awal perda ini adalah untuk melindungi pasar tradisional dan pelaku usaha kecil dari dominasi ritel modern,” tegasnya.
Asep menyampaikan bahwa berdasarkan data dari Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan (Diskoperindag) Kabupaten Tasikmalaya, saat ini tercatat ada 48 minimarket yang beroperasi tanpa mengantongi izin resmi. Menurutnya, seluruh minimarket ilegal tersebut harus segera ditutup.
“Perda ini harus ditegakkan. Tidak ada alasan untuk membiarkan toko modern ilegal tetap beroperasi. Kalau tidak segera ditindak, ini menjadi bentuk pembiaran dan melukai keadilan bagi pedagang kecil,” ucapnya.
Asep juga menekankan bahwa penegakan perda tidak boleh dilakukan setengah hati atau saling melempar tanggung jawab antar dinas. FPER meminta agar Bupati, Satpol PP, Dinas Perdagangan, Dinas Perizinan, hingga Dinas PUTRLH (Pekerjaan Umum, Tata Ruang, dan Lingkungan Hidup) bekerja sama dan merujuk pada Perda Nomor 6 Tahun 2014 serta Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Baca Juga:Kuatkan Peran FKDM Kabupaten Tasikmalaya dalam Menjaga Keamanan: Bentuk FKDM Kecamatan dan DesaTubuh Mengingat Segalanya: Eksperimen Terapi Alternatif BCR Gunakan EEG untuk Ukur Efektivitas
“Semua pihak harus solid. Jangan sampai Satpol PP saling lempar dengan Dinas Perdagangan, atau Dinas Perizinan saling menunggu satu sama lain. Bupati sebagai penanggung jawab utama harus memimpin langsung proses penertiban ini,” tegas Asep.