TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Anggota DPRD Kota Tasikmalaya dari Fraksi PDI Perjuangan, Kepler Sianturi, turut bersuara terkait kebijakan Gubernur Jawa Barat yang memutuskan agar sekolah negeri menampung hingga 50 siswa per kelas.
Ia menilai kebijakan tersebut bertentangan dengan regulasi nasional dan mengancam eksistensi sekolah swasta.
Menurutnya, edaran tersebut tidak memiliki dasar yang kuat serta luput mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap pendidikan secara menyeluruh, khususnya keberlangsungan sekolah swasta.
Baca Juga:Konser Musik di Kota Tasikmalaya Terancam Batal: Tokoh Ini Sebut Ada Tiga Kelemahan Prosedur!18 Tim Bola Voli Putri Kota dan Kabupaten Tasikmalaya Beradu Skill di Taruna Mandiri Cup I
“Dan itu tidak diperhitungkan oleh gubernur. Sekolah swasta sekarang sepi peminat, ini mengganggu operasional dan manajemen sekolah. Kalau terus dibiarkan, bukan tidak mungkin sekolah swasta akan gulung tikar,” kata Kepler, Sabtu (12/7/2025).
Ia menekankan, kebijakan tersebut melanggar aturan dari Kementerian Pendidikan yang secara tegas menetapkan batas maksimal 36 siswa per kelas sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan.
“Artinya, kebijakan Gubernur tidak selaras dengan regulasi nasional. Ini berpotensi menurunkan kualitas pembelajaran,” tegasnya.
Tak hanya dari sisi kelembagaan, Kepler juga menyoroti dampak psikologis terhadap siswa dan guru di sekolah swasta. Ia menyebutkan, siswa yang bersekolah di institusi swasta bisa merasa terdiskriminasi akibat minimnya jumlah rekan sekelas. Sementara para guru swasta juga terancam kehilangan pekerjaan karena pengurangan operasional sekolah.
“Nasib guru honorer di sekolah swasta juga di ujung tanduk. Jika sekolah tidak lagi sanggup menggaji mereka, tentu ini menambah masalah baru,” ujarnya.
Kepler meminta Gubernur Jawa Barat agar mengevaluasi dan meninjau kembali kebijakan tersebut secara menyeluruh, serta mempertimbangkan solusi agar semua pihak tidak merasa dirugikan.
“Misalnya, pemerintah bisa menyiapkan dana stimulan khusus untuk sekolah swasta. Agar mereka bisa tetap hidup dan berkontribusi dalam dunia pendidikan,” tutupnya. (Firgiawan)