Wakil Wali Kota Tasikmalaya Tegaskan Komitmen Berantas Korupsi di Rakor KPK

Wakil Wali Kota Tasikmalaya
Waki Wali Kota Tasikmalaya Diky Candra saat mengikuti rakornas di KPK soal pemberantasan korupsi. (IST)
0 Komentar

JAKARTA, RADARTASIK.ID – Wakil Wali Kota Tasikmalaya, Diky Chandra, menghadiri Rapat Koordinasi Nasional (Rakor) Penguatan Sinergi Pemberantasan Korupsi antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan pemerintah daerah, Kamis (10/7/2025), di Candi Bentar Hall, Ancol, Jakarta.

Rakor ini bertujuan memperkuat tata kelola keuangan daerah agar lebih transparan, proporsional, dan akuntabel. Diky menegaskan pentingnya membedakan kebutuhan dan keinginan dalam menyusun anggaran.

“Pertemuan kali ini lebih menekankan bagaimana menyusun tata kelola keuangan daerah secara baik dan proporsional. Kita harus mampu memilah mana yang benar-benar kebutuhan dan mana yang hanya keinginan,” ujar Diky, Jumat (11/7/2025).

Baca Juga:Soroti Kebijakan 50 Siswa Per Rombel, Legislator Kota Tasikmalaya Ini Minta Gubernur Jawa Barat Lebih Bijak543.015 Siswa di Jawa Barat Gagal Masuk SMA-SMK Negeri, 23 Ribu Kursi di Sekolah Negeri Masih Kosong

Ia juga menyoroti dampak buruk praktik korupsi yang dirasakan langsung oleh masyarakat. Menurutnya, korupsi berkontribusi pada meningkatnya kemiskinan, angka putus sekolah, dan rendahnya akses layanan kesehatan.

“Korupsi membuat masyarakat hidup dalam kesulitan. Kami sendiri kadang merasa miris. Di tengah upaya untuk tetap jujur dan bertahan dengan penghasilan yang halal, malah dianggap bodoh. Seolah-olah yang cerdas itu justru mereka yang bisa melakukan korupsi tanpa ketahuan,” katanya.

Diky menilai semangat pengabdian dan kejujuran di kalangan pejabat kini sering dianggap langka atau bahkan munafik. Ia menyayangkan anggapan publik yang menyamaratakan semua pejabat hidup mewah tanpa memahami sistem anggaran yang berlaku.

“Akibat dari minimnya literasi soal tata kelola keuangan serta maraknya kasus korupsi, muncul persepsi publik bahwa pejabat mudah mencari uang, hidup mewah, dan penuh fasilitas. Padahal tidak semuanya seperti itu. Masih banyak pejabat yang memilih hidup sesuai aturan meskipun sering dikucilkan,” tegasnya.

Diky menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa korupsi bukan bagian dari budaya bangsa, melainkan kebiasaan buruk yang harus dihentikan.

“Korupsi adalah kebiasaan, bukan budaya. Sebab jika korupsi disebut sebagai budaya, maka bangsa ini akan dipenuhi oleh ‘budayawan’,” pungkasnya. (Firgiawan)

0 Komentar