Tiga Komunitas Gelar Aksi Solidaritas di Unsil, Desak Kampus Jadi Ruang Aman

Aksi teatrikal solidaritas unsil
Aksi teatrikal komunitas perempuan di lingkungan kampus Unsil Tasikmalaya, Jumat 11 Juli 2025. (Ayu Sabrina/Radartasik.id)
0 Komentar

TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID — Tiga komunitas, Putik Perempuan Indonesia, Atas Dasar, dan Pasar Gratis Tasikmalaya, menggelar aksi teatrikal di Kampus Universitas Siliwangi (Unsil) pada Jumat (11/7/2025).

Aksi itu sebagai bentuk solidaritas terhadap korban kekerasan seksual dan desakan agar kampus menjadi ruang aman bagi semua.

Aksi berlangsung di ruang terbuka dengan memajang lembar-lembar narasi bertuliskan pesan seperti “Kami bersama korban” dan “Kampus bebas kekerasan adalah hak, bukan harapan.”

Baca Juga:Soroti Kebijakan 50 Siswa Per Rombel, Legislator Kota Tasikmalaya Ini Minta Gubernur Jawa Barat Lebih Bijak543.015 Siswa di Jawa Barat Gagal Masuk SMA-SMK Negeri, 23 Ribu Kursi di Sekolah Negeri Masih Kosong

Lembar-lembar itu ditempel di trotoar kampus dan dibentangkan sebagai simbol keberpihakan terhadap penyintas.

Bagian utama aksi diisi pertunjukan teatrikal oleh Naza dan Rika yang menggambarkan kekerasan terhadap tubuh perempuan—termasuk pemaksaan sentuhan, pemerkosaan simbolik, serta kekerasan fisik dan verbal.

Pertunjukan penuh ekspresi emosional itu diiringi jeritan dan tangisan, menyuarakan penolakan terhadap kontrol atas tubuh perempuan.

“Kami boleh berpenampilan menarik, seksi, berdandan, apapun untuk kebebasan kami sebagai perempuan!” teriak Naza dan Rika dalam adegan puncak.

Seruan ini disambut keheningan dan tatapan serius dari para penonton.

Aksi ini digelar menyusul laporan dugaan kekerasan seksual yang masuk ke Satgas PPKS Universitas Siliwangi pada 7 Juni 2025.

Laporan tersebut memicu perhatian publik dan mendorong berbagai elemen masyarakat, termasuk mahasiswa dan organisasi luar kampus, untuk menyerukan pentingnya perlindungan terhadap korban dan transparansi penanganan kasus.

Koordinator Putik Perempuan Indonesia, Naza Fitria, menegaskan aksi ini bukan hanya bentuk dukungan moral, tapi juga desakan kepada kampus untuk berpihak secara tegas pada penyintas.

Baca Juga:Empat Kader Kota Tasikmalaya Dipercaya Jabat Struktural GP Ansor Jawa Barat Periode 2024–2028Dahlan Iskan Jadi Tersangka di Polda Jatim Soal Jawa Pos, Ini 7 Poin Klarifikasi dari Kuasa Hukum

“Kampus harus menjadi tempat yang aman, bukan ruang yang membungkam atau justru memperkuat relasi kuasa yang timpang,” ujar Naza.

Aksi berlangsung damai dan terbuka. Sejumlah mahasiswa berhenti menyaksikan pertunjukan, membaca narasi dukungan, dan mengabadikan momen.

Banyak dari mereka juga menyuarakan dukungan lewat media sosial sebagai bentuk perlawanan terhadap budaya bungkam.

Melalui aksi ini, para simpatisan mendesak kampus agar tidak lagi abai terhadap isu kekerasan seksual dan segera mengambil langkah tegas demi menciptakan lingkungan belajar yang adil dan berpihak pada korban.

0 Komentar