KOPRI PMII Unsil Kota Tasikmalaya Kecam Kasus Dosen

kasus dosen unsil tasikmalaya
Widi Lailatul Fajar SE, Ketua KOPRI PMII Unsil.
0 Komentar

TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Korps PMII Putri (KOPRI) Universitas Siliwangi (Unsil) Kota Tasikmalaya, menyatakan sikap tegas terhadap kasus dugaan pelanggaran yang diduga dilakukan oleh seorang oknum dosen. Yakni berkaitan dugaan kekerasan dan pelecehan.

Kasus ini kembali menjadi perhatian publik di tengah meningkatnya kekhawatiran terhadap maraknya kekerasan seksual di perguruan tinggi.

Ketua KOPRI PMII Unsil, Widi Lailatul Fajar SE, mengecam tindakan tersebut yang dinilainya telah mencoreng nama baik institusi pendidikan.

Baca Juga:Empat Kader Kota Tasikmalaya Dipercaya Jabat Struktural GP Ansor Jawa Barat Periode 2024–2028Dahlan Iskan Jadi Tersangka di Polda Jatim Soal Jawa Pos, Ini 7 Poin Klarifikasi dari Kuasa Hukum

“Perilaku seperti ini tidak mencerminkan integritas seorang akademisi. Kami mendesak pihak kampus untuk menjatuhkan sanksi tegas terhadap pelaku dan memperkuat pembinaan terhadap seluruh civitas akademika agar berperilaku sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku,” ujar Widi kepada Radar, Kamis (10/7/2025).

Ia menegaskan bahwa tindak pelecehan seksual di kampus tidak hanya merugikan korban, tetapi juga merusak tatanan nilai akademik yang seharusnya dijunjung tinggi.

Data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mencatat 2.681 kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan tinggi per April 2024. Universitas Siliwangi, kata Widi, tak luput dari persoalan ini dan bahkan bukan kali pertama mengalami kejadian serupa.

“Kami menilai upaya penindakan saja tidak cukup. Perlu langkah-langkah preventif yang sistematis untuk menghentikan siklus kekerasan seksual di kampus,” katanya.

KOPRI PMII Unsil pun mendorong Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKPT) Universitas Siliwangi untuk bekerja lebih progresif dan responsif, bukan hanya dalam penanganan kasus, melainkan juga dalam pencegahannya.

“Satgas perlu menggencarkan kampanye kesadaran gender dengan melibatkan aktivis perempuan dan memanfaatkan media massa. Ini penting untuk menciptakan lingkungan kampus yang sadar, tanggap, dan kritis terhadap kekerasan berbasis gender,” ungkap Widi.

Tak kalah penting, lanjutnya, adalah pemulihan korban melalui pendampingan psikologis, bantuan hukum, dan dukungan sosial. Ia menegaskan bahwa sanksi bagi pelaku harus ditegakkan demi menciptakan ruang aman bagi seluruh mahasiswa.

Baca Juga:Tim Mojang Akademi Persib Bandung Berhasil Hattrick Juara di Piala Pertiwi!Menanti Sikap “Tak Abu-Abu” DPRD Kabupaten Tasikmalaya soal Penghentian Anggaran!

“Kampus seharusnya menjadi ruang belajar yang aman, bukan tempat terjadinya pelanggaran moral. Momentum ini harus jadi titik balik bagi Unsil untuk berbenah secara menyeluruh,” pungkas Widi. (Ayu Sabrina)

0 Komentar