Ini Kata Psikolog Soal Dampak Kasus Dosen di Kota Tasikmalaya

psikolog di kota tasikmalaya
Rikha Surtika Dewi, Psikolog di Kota Tasikmalaya.
0 Komentar

Identitas penyintas yang diketahui oleh lingkungan terdekat pun bisa memperkuat rasa rendah diri dan memperburuk stigma sosial. Rikha menjelaskan, tidak semua orang akan otomatis membela korban.

“Selalu saja ada suara-suara sumbang yang melihat dari sudut pandang lain. Ini sangat bergantung kepada kondisi sekitar,” katanya.

Ia menekankan bahwa meskipun waktu sudah berlalu, trauma bisa muncul kembali jika penyintas merasa eksploitasi terhadap masalahnya tidak pernah berhenti.

Baca Juga:Empat Kader Kota Tasikmalaya Dipercaya Jabat Struktural GP Ansor Jawa Barat Periode 2024–2028Dahlan Iskan Jadi Tersangka di Polda Jatim Soal Jawa Pos, Ini 7 Poin Klarifikasi dari Kuasa Hukum

“Sekarang dia khawatir eksploitasi dari masalah ini justru menimbulkan trauma tersendiri. Dia merasa jadi pergunjingan orang se-Tasik, meskipun di sisi lain juga ada sudut pandang soal perjuangan menuntut keadilan,” tambahnya.

Dari sisi psikologis, Rikha menegaskan bahwa pemulihan bukan berarti hilangnya trauma sepenuhnya.

“Untuk sembuh secara psikologis mungkin lebih ke penerimaan. Biasanya cukup lama, mereka berdamai dengan keadaan, bukan sembuh,” ujarnya.

Ia menyebut trauma sebagai luka batin yang tak terlihat secara fisik namun tersimpan dalam memori jangka panjang.

“Istilahnya ini luka batin. Kita tidak pernah melihat nganga-nya seperti apa, tapi ini akan terus membekas karena masuk ke long-term memory. Ingatan manusia itu tidak ada penghapusnya,” kata Rikha.

Sebagai bagian dari pemulihan, konseling dan pengelolaan emosi sangat penting agar penyintas dapat menerima dan berdamai dengan masa lalunya.

“Yang bisa dilakukan adalah mengelola diri, menerima, berdamai dengan kejadian yang sudah dialami dengan perasaan ikhlas,” pungkasnya. (Ayu Sabrina)

0 Komentar