TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Srie Mulyati, dosen Program Studi S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Kampus Tasikmalaya melaksanakan kegiatan penelitian terapan bertajuk Pengembangan Modul Ajar Ethno-STEM berbasis Project Based Learning untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa Sekolah Dasar pada Pembelajaran IPA.
Kegiatan yang digelar di Komplek SDN Nagarawangi Kota Tasikmalaya pada 30 Juni hingga 1 Juli 2025 ini merupakan bagian dari komitmen dalam mendukung Kurikulum Merdeka dan penguatan literasi sains di sekolah dasar,
Srie Mulyati selaku ketua tim peneliti berkolaborasi dengan Rifqy Muhammad Hamzah yang juga merupakan dosen Prodi PGSD UPI Tasikmalaya, dan anggota pelaksana mahasiswa yang terdiri dari Mira Putri Shelfia, Dinda Lestari, dan Usep Wardiman.
Baca Juga:Alumni Satas 90 Pererat Kekompakan, Reuni Sambil Kenalkan Wisata Jeep Galunggung TasikmalayaSambut Liburan Sekolah, Hotel Alhambra Tasikmalaya Hadirkan Promo Menarik dan Kids Activities
Sebanyak 55 peserta yang terdiri atas para kepala sekolah dan guru dari SDN Nagarawangi, SDN 1 Nagarawangi, SDN 2 Nagarawangi, dan SDN 3 Nagarawangi antusias mengikuti pelatihan bertajuk LENTERA: Menerangi Literasi Sains Anak melalui Ethno-STEM dan Proyek Bermakna.
Kegiatan ini merupakan bagian integral dari skema riset pengembangan yang diampu oleh Srie Mulyati dalam upaya menjawab tantangan kontekstualisasi sains di tingkat pendidikan dasar.
Selama 32 jam pelajaran (JP), para peserta dilibatkan dalam serangkaian sesi berbasis pendekatan andragogi dan partisipatif, mulai dari penguatan konseptual literasi sains, pengenalan pendekatan Ethno-STEM dan Project Based Learning (PjBL), hingga praktik penyusunan modul ajar yang terintegrasi dengan budaya lokal dan kearifan daerah Sunda.
Metode pelatihan dirancang melalui ceramah interaktif, workshop kolaboratif, microteaching, serta diskusi reflektif, guna memastikan transformasi pemahaman menjadi keterampilan aplikatif.
“Pelatihan ini tidak hanya menekankan pada aspek inovasi dalam pembelajaran IPA, tapi juga mengajak guru menggali dan mengintegrasikan potensi budaya lokal dalam pengembangan proyek pembelajaran yang autentik,” ujar Srie Mulyati saat sesi pembukaan.
Puncak kegiatan ditandai dengan sesi microteaching di mana seluruh peserta mempresentasikan modul ajar yang telah disusun. Modul-modul tersebut memuat rencana pembelajaran berbasis proyek yang dikaitkan dengan praktik budaya lokal seperti permainan tradisional, teknik pertanian Sunda, hingga kearifan lingkungan masyarakat setempat.