TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Universitas Siliwangi memastikan semua tindak kekerasan baik fisik maupun verbal dan seksual menjadi perhatian kampus. Ada Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Perguruan Tinggi (Satgas PPKPT) yang menangani masalah ini.
Secara nasional, satuan tugas ini dibentuk menyusul terbitnya Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di lingkungan perguruan tinggi. Aturan tersebut mewajibkan seluruh kampus membentuk Satgas sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam upaya pencegahan, penanganan, dan pemulihan atas kasus kekerasan seksual yang terjadi di ruang akademik.
Pada tahap awal, satuan tugas ini dikenal dengan nama Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS). Penamaan ini merujuk pada istilah yang digunakan dalam regulasi kementerian.
Baca Juga:Dahlan Iskan Jadi Tersangka di Polda Jatim Soal Jawa Pos, Ini 7 Poin Klarifikasi dari Kuasa HukumTim Mojang Akademi Persib Bandung Berhasil Hattrick Juara di Piala Pertiwi!
Nomenklatur ini kemudian disesuaikan menjadi Satgas PPKPT, untuk menegaskan bahwa satgas tersebut merupakan bagian dari institusi kampus dan mecangkup semua jenis kekerasan sesuai dengan Permendikbudristek Nomor 55 Tahun 2024.
“Pertama, ada nomenklatur Satgas. Dulu namanya PPKS sesuai dengan petunjuk Kementerian, kita menjadi PPKPT. Semua bentuk kekerasan jadi perhatian dari Satgas,” ujar Kepala Biro Keuangan dan Umum Universitas Siliwangi, Nana Sujana, kepada Radar, Rabu (9/7/2025).
Meski masih dalam proses pemantapan, sejumlah langkah pencegahan mulai dijalankan. Salah satunya melalui kegiatan rutin kampus seperti Orientasi Mahasiswa Baru (Ombus). Dalam kegiatan ini, Satgas diberi ruang untuk melakukan edukasi dan penyadaran kepada mahasiswa tentang bentuk-bentuk pelanggaran kekerasan seksual serta mekanisme pelaporan.
“Sebetulnya kita sudah berjalan, setiap ada kegiatan seperti untuk Ombus, untuk Satgas memberikan sosialisasi yang menyangkut pelanggaran PPKPT. Sebentar lagi di agenda Ombus salah satunya mensosialisasikan itu,” tambah Nana.
Namun demikian, ia mengakui bahwa implementasi di lapangan masih menghadapi berbagai keterbatasan.
“Mohon maaf kami tidak optimal. Kami juga by process,” tuturnya.
Seperti diketahui, saat ini pihak kampus Unsil tengah didera persoalan dugaan pelanggaran oleh seorang dosen. Isu yang beredar menyebut bahwa dosen itu diduga telah melakukan tindak kekerasan dan pelecehan seksual terhadap sejumlah mahasiswa dan mahasiswi.