Tak Ingin Kasus Tahun 2023 Terus Berulang, Mahasiswa Unsil Kota Tasikmalaya

Mahasiswa Unsil
Ilustrasi mahasiswi Unsil tengah membaca buku di sekitar kampus. (Ayu Sabrina/Radartasik.id)
0 Komentar

TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Mahasiswa Universitas Siliwangi (Unsil) menyuarakan sikap tegas terhadap kasus dugaan kekerasan dan pelecehan yang kembali mencuat di lingkungan kampus.

Sejumlah mahasiswa dari berbagai program studi menyampaikan kritik tajam, keprihatinan mendalam, dan juga seruan untuk bertindak bersama demi menciptakan ruang akademik yang aman dan berkeadilan.

Muhamad Riza, mahasiswa Ekonomi Pembangunan, menekankan pentingnya kampus menunjukkan keberpihakan nyata terhadap korban.

Baca Juga:Dahlan Iskan Jadi Tersangka di Polda Jatim Soal Jawa Pos, Ini 7 Poin Klarifikasi dari Kuasa HukumTim Mojang Akademi Persib Bandung Berhasil Hattrick Juara di Piala Pertiwi!

Baginya, keberanian korban untuk bersuara harus dibalas dengan tanggung jawab moral dan kelembagaan.

“Korban sudah melakukan langkah yang sangat berani dengan melapor. Itu bukan hal yang mudah, apalagi jika pelakunya punya posisi kuasa seperti dosen. Jangan sampai laporan berhenti di meja birokrasi, sementara korban terus merasa tidak aman atau bahkan mendapat tekanan balik,” ujarnya, Rabu (9/7/2025).

Riza juga menggarisbawahi peran vital mahasiswa dan organisasi kampus dalam mengawal proses ini agar tidak senyap.

Ia menekankan bahwa kekerasan seksual sering kali tak kasatmata, terselubung lewat relasi kuasa dan tekanan emosional. Edukasi tentang batas relasi dan consent menjadi kunci.

“Kampus seharusnya jadi ruang belajar yang aman. Kalau kita diam hari ini, besok bisa jadi yang jadi korban adalah teman kita sendiri. Atau bahkan kita,” tambahnya.

Nada serupa disuarakan Bahana Juang Miftahul Ulum, mahasiswa Pendidikan Fisika angkatan 2023. Ia menyebut perbuatan dosen sebagai tindakan yang mencoreng nilai-nilai akademik dan kemanusiaan.

“Terulangnya kasus sejak 2023 jadi cermin bahwa mekanisme pencegahan yang ada belum memadai. Ketimpangan relasi kuasa yang inheren antara dosen dan mahasiswa membuka celah kekerasan, bahkan saya sendiri pernah diancam nilai C- karena mengkritik dosen,” ungkap Bahana.

Baca Juga:Menanti Sikap “Tak Abu-Abu” DPRD Kabupaten Tasikmalaya soal Penghentian Anggaran!Diam-Diam, Pertina Kota Tasikmalaya Bawa Pulang 23 Medali Emas dan Perak!

Ia menekankan perlunya reformulasi kebijakan secara menyeluruh, termasuk rekrutmen dosen yang menjunjung scientific temper, yakni sikap ilmiah yang sadar akan dampak sosial dari setiap tindakannya.

Sementara itu, Regina Rosalinda, mahasiswa Manajemen angkatan 2019, menyoroti minimnya efek jera terhadap pelaku dan lemahnya sanksi institusi, terutama ketika pelaku adalah dosen.

“Kadang solusi kampus hanya administratif, demi citra semata. Padahal banyak korban yang memilih diam. Kampus harus melibatkan semua pihak, mahasiswa, dosen, staf, agar korban yakin bahwa kampus akan berpihak pada mereka,” ujarnya.

0 Komentar