TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Praktisi hukum dari Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), Anne Dinatapura MH, menegaskan bahwa dugaan kasus pelanggaran di Unsil harus ditangani secara serius dan transparan.
Ia menyatakan, bentuk apapun dari kekerasan —baik fisik, verbal, maupun bentuk pelecehan lainnya— berpotensi masuk ke ranah pidana. Hal ini sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
“Untuk bentuk kekerasan seksual apapun bentuknya, sangat mungkin masuk ke ranah pidana karena negara hadir untuk melindungi para korban kekerasan seksual yaitu dengan disahkannya UU TPKS,” ujar Anne kepada Radar, Senin (7/7/2025).
Baca Juga:Cerita Awal Mula Berdirinya Rumah Pemulasaraan di Kota Tasikmalaya4 Siswa MAN 1 Tasikmalaya Sapu Juara Olimpiade Bahasa Arab
Anne mengapresiasi keberanian korban yang telah bersuara dan melaporkan kasus ini ke Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Kekerasan di Perguruan Tinggi (Satgas PPTKPT). Ia menekankan bahwa Satgas memiliki peran penting sebagai lembaga kampus penerima laporan awal, pengumpul keterangan dari korban dan saksi, serta pihak yang melindungi identitas korban dan memberikan usulan sanksi administratif kepada pelaku.
Namun ia juga mengingatkan langkah administratif dari kampus tidak menghapus unsur pidana dalam kasus tersebut.
“Korban tetap bisa membuat laporan pengaduan ke kepolisian dengan didampingi oleh Satgas PPTKPT,” kata Anne.
Pemberatan Hukuman
Anne menjelaskan bahwa kehadiran saksi yang mendukung keterangan korban akan memperkuat unsur pidana dalam kasus ini. Apalagi jika terbukti ada penyalahgunaan relasi kuasa antara dosen dan mahasiswa. Situasi di mana korban merasa tidak berdaya karena posisi pelaku yang lebih tinggi di lingkungan kampus menjadi salah satu indikator penting.
“Karena di dalamnya ada relasi kuasa antara dosen dan mahasiswa yang menyebabkan mahasiswa tidak berdaya,” ucapnya.
Ia menekankan, dosen yang menyalahgunakan posisinya seperti dengan mengancam nilai buruk atau menjanjikan sesuatu sebagai imbalan dapat dijerat pemberatan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 15 UU TPKS.
“Setiap orang yang melakukan TPKS dengan menyalahgunakan kekuasaan, kepercayaan atau wewenang terhadap korban, dapat dikenakan pemberatan pidana,” katanya.
Sayangkan Sikap Kampus
Baca Juga:Masa Jabatan Kepala Daerah dan DPRD Berpotensi Diperpanjang Jika Pemilu Pusat dan Daerah DipisahMAN 1 Tasikmalaya Turut Meriahkan Kegiatan Peaceful Muharram 1447 H
Anne juga menyayangkan langkah kampus yang hanya memindahkan dosen terduga pelaku kekerasan ke unit lain tanpa membebastugaskannya. Ia menilai langkah tersebut tidak berpihak pada korban dan berpotensi menambah tekanan psikologis.