Penyelesaian Konflik di Cidahu Sukabumi Butuh Jalan Tengah, Ulama Dorong Restorative Justice

Cidahu
Ketua Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI), KH Athian Ali M Dai Lc MA. (Istimewa for Radartasik.id)
0 Komentar

SUKABUMI, RADARTASIK.ID – Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI) mendesak pihak kepolisian untuk menerapkan restorative justice dalam menangani kasus konflik keagamaan yang terjadi di Desa Tangkil, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi.

FUUI menilai bahwa kasus perusakan rumah di Cidahu yang digunakan sebagai tempat ibadah ini sebaiknya diselesaikan dengan pendekatan keadilan restoratif.

Konflik tersebut berawal dari dugaan pelanggaran terhadap Surat Keputusan Bersama (SKB) Dua Menteri yang dikeluarkan oleh Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri.

Baca Juga:Debut Menegangkan di Sirkuit Prancis! Dua Pembalap Muda Astra Honda Siap Ukir Sejarah di JuniorGPEFO Service Car: Solusi Praktis Layanan Ban Motor dari FDR Kini Hadir di Jawa Barat Utara

Sebelum peristiwa perusakan rumah tersebut terjadi pada Jumat, 28 Juni 2025, warga sudah mengajukan keberatan terkait penggunaan rumah itu sebagai tempat peribadatan.

Bahkan, aparat dari Forum Komunikasi Pimpinan Kecamatan (Forkopimcam), aparatur desa, serta RT sudah memberikan peringatan kepada pemilik rumah untuk menghentikan penggunaan rumah tersebut sebagai tempat ibadah massal.

Ketua FUUI, KH Athian Ali M Dai Lc MA, menyatakan, jika peraturan SKB 2 Menteri diterapkan dengan baik, maka warga tidak akan terpancing untuk bertindak anarkis.

Dia mengungkapkan bahwa keberatan warga sudah disampaikan sejak bulan April 2025.

Dengan demikian, seharusnya aparat dapat mendeteksi potensi benturan sosial ini jauh-jauh hari. ”Kita harus melihat secara utuh kasusnya,” ungkap KH Athian kepada wartawan, Senin 7 Juli 2025.

KH Athian juga menegaskan, pemerintah seharusnya lebih bijaksana dalam menangani masalah ini dan tidak langsung mengambil tindakan hukum terhadap warga yang terlibat.

Menurutnya, jika aparat setempat lebih tanggap dan segera menyelesaikan permasalahan setelah menerima laporan dari warga, perusakan tersebut bisa saja dihindari.

Oleh karena itu, ia berharap agar aparat lebih bijak dalam mengambil langkah hukum terkait peristiwa ini.

Baca Juga:Hari ini di Makkah Puasa Asyura 10 Muharam, Jemaah Haji Kloter Akhir Sangat BeruntungKeutamaan Puasa Asyura 10 Muharam Menghapus Dosa 1 Tahun, Tapi Rasulullah Minta Umatnya Lakukan Ini

Penerapan SKB 2 Menteri, lanjut Kiai Athian, tidak hanya berlaku untuk agama mayoritas, tetapi juga harus diterapkan di wilayah minoritas.

Sebagai contoh, di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) atau Papua, umat Muslim pun tidak bisa sembarangan mendirikan masjid.

Ia mengkritik anggota DPR yang meminta pemerintah untuk meninjau ulang aturan tersebut, karena menurutnya mereka tidak memahami dinamika yang terjadi di masyarakat.

SKB 2 Menteri dibuat sebagai respons terhadap benturan sosial yang terjadi, dan harus diterapkan agar konflik semacam itu dapat dihindari.

0 Komentar