TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Sepekan sejak wacana pembentukan Tim Akselerasi oleh DPC Partai Gerindra Kota Tasikmalaya diumumkan, berbagai respons publik terus bermunculan.
Gagasan yang semula disampaikan sebagai upaya mendukung percepatan kerja Wali Kota Viman Alfarizi dan Wakil Wali Kota Diky Chandra itu justru menuai sorotan, terutama dari netizen yang mempertanyakan urgensi dan arah pembentukan tim tersebut.
Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD Kota Tasikmalaya, Andi Warsandi, mengungkapkan bahwa pihaknya tengah menyiapkan sebuah tim pengarah khusus bagi pasangan Viman–Diky. Tim ini, menurutnya, akan membantu memetakan strategi, mengevaluasi kebijakan, hingga mengkomunikasikan arah pembangunan secara lebih sistematis.
Baca Juga:Masa Jabatan Kepala Daerah dan DPRD Berpotensi Diperpanjang Jika Pemilu Pusat dan Daerah DipisahMAN 1 Tasikmalaya Turut Meriahkan Kegiatan Peaceful Muharram 1447 H
Namun wacana tersebut memunculkan pertanyaan besar di ruang publik, terutama karena belum ada kejelasan struktur, tugas pokok, hingga legalitas tim yang disebut sebagai “pengarah” ini. Apalagi, hingga saat ini belum tampak adanya sikap terbuka dari partai koalisi lainnya yang juga menjadi bagian dari pemenangan Viman–Diky seperti NasDem, Gelora, PBB, dan Partai Ummat.
Warga Bereaksi
Di media sosial, sejumlah pengguna memberikan komentar kritis terhadap rencana tersebut. Akun @raxxx menyindir: “Lumayan ada jabatan buat tim sukses,” tulisnya.
Sementara pengguna lain, @hexxx, memberikan catatan konstruktif: “Sebenarnya banyak tenaga potensial di internal. Pemkot juga. Monggo lebih jeli pak menilai anggotanya, kalau memang ingin membuat sebuah pasukan khusus percepatan pembangunan.”
Komentar bernada lebih tajam datang dari akun @maxxx yang menyatakan: “Berarti Wali Kota gak bisa kerja, hanya bisa buat tim. Buang-buang uang! Wali Kota gak bisa kerja!”
Sementara itu, akun @apxxx menyinggung soal tata kelola pemerintahan: “Pemahaman basic dari fungsi legislatif dan eksekutif aja pada gak paham”.
Respons-respons ini mencerminkan keraguan sebagian masyarakat mengenai efektivitas, urgensi, serta motif pembentukan tim tersebut. Kritik juga mengarah pada kemungkinan tim ini hanya menjadi alat politik atau perpanjangan dari mesin pemenangan dalam Pilkada lalu, bukan murni alat percepatan pembangunan.
Bukan Tim Tepuk Tangan