Kebijakan 50 Siswa Per Rombel Bikin Gaduh, Sekolah Swasta di Ciamis, Banjar dan Pangandaran Tak Sepakat

Kebijakan 50 Siswa Per Rombel Bikin Gaduh
Forum Kepala SMA atau SMK Swasta (FKSS) Kabupaten Ciamis, Kota Banjar, dan Kabupaten Pangandaran melakukan audiensi bersama Kantor Cabang Dinas Pendidikan Wilayah XIII, Selasa 1 Juli 2025. (Fatkhur Rizqi/Radartasik.id)
0 Komentar

CIAMIS, RADARTASIK.ID – Kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat terkait sistem penerimaan murid baru (SPMB) tahun 2025 kembali menuai polemik, terutama dari sekolah swasta. Proses SPMB yang dilakukan secara online dianggap lebih memihak kepada sekolah negeri, tanpa melibatkan sekolah swasta secara menyeluruh.

Forum Kepala Sekolah Swasta (FKSS) SMA dan SMK di wilayah Ciamis, Banjar, dan Pangandaran menyuarakan keberatan mereka terhadap kebijakan yang dianggap diskriminatif.

Mereka menyampaikan aspirasi melalui audiensi dengan Kantor Cabang Dinas (KCD) Pendidikan Wilayah XIII, sebagai bentuk protes atas kebijakan yang mereka nilai tidak transparan dan merugikan pihak swasta.

Baca Juga:Fauzian Faikal Siap Bawa Nafwa FC Salawu Gemilang di Festival Grassroots Tasik Raya Cup 3Anggota DPRD Jabar Arip Rachman Sosialisasikan Perda Pedoman Pelayanan Kepemudaan: Dorong Optimalisasi Pemuda

Ketua FKSS KCD Wilayah XIII, Muhammad Abdul Roji, menyampaikan bahwa kebijakan penambahan kuota menjadi 50 siswa per rombongan belajar (rombel) berpotensi memperparah kondisi sekolah swasta.

“Idealnya, satu rombel diisi oleh 36 siswa, bukan 50. Kami merasa bahwa kebijakan tersebut diarahkan hanya untuk sekolah negeri, tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap keberlangsungan sekolah swasta,” ujarnya kepada Radar, Rabu 2 Juli 2025.

Selain itu, jalur khusus dalam SPMB online untuk Pencegahan Anak Putus Sekolah (PAPS) juga menjadi sorotan. Pasalnya, sosialisasi jalur PAPS hanya dilakukan kepada sekolah negeri.

“Kami mempertanyakan mengapa sekolah swasta tidak dilibatkan dalam skema ini, padahal banyak sekolah swasta juga turut berperan dalam mencegah anak putus sekolah,” ujarnya, menjelaskan.

Maka dari itu, lanjut dia, pihaknya berencana memperluas advokasi mereka dengan melakukan konsolidasi bersama FKSS Jawa Barat untuk menyampaikan aspirasi langsung ke DPRD Provinsi Jabar.

“Kami menilai bahwa keberpihakan pemerintah terhadap sekolah negeri bisa menimbulkan kesenjangan sosial dalam dunia pendidikan dan mengancam eksistensi sekolah swasta, yang selama ini turut berkontribusi mencerdaskan kehidupan bangsa,” ungkapnya, menjelaskan.

Dalam kesempatan yang sama, FKSS Jawa Barat juga mengajukan permohonan kepada Presiden Prabowo Subianto agar membuka komunikasi dengan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi untuk mencabut Keputusan Gubernur No. 463.1/Kep.323-Disdik/2025.

Baca Juga:Kuatkan Peran FKDM Kabupaten Tasikmalaya dalam Menjaga Keamanan: Bentuk FKDM Kecamatan dan DesaTubuh Mengingat Segalanya: Eksperimen Terapi Alternatif BCR Gunakan EEG untuk Ukur Efektivitas

“Kami menilai keputusan tersebut bertentangan dengan Permendikbudristek RI Nomor 22 Tahun 2023 dan Permendikbudristek Nomor 47 Tahun 2023,” ujarnya.

Pasalnya, lanjut dia, berdasarkan regulasi tersebut, luas ruang kelas dan jumlah rombel yang tersedia di sekolah negeri dinilai tidak memenuhi syarat untuk menampung hingga 50 siswa per rombel.

0 Komentar