TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Konsumsi konten digital yang cepat dan dangkal dinilai menyebabkan kemunduran fungsi kognitif. Terutama generasi muda. Fenomena yang populer disebut “brain rot” ini diakui oleh pakar dari berbagai disiplin ilmu sebagai kondisi serius yang makin meluas seiring dominasi algoritma media sosial.
Psikolog Rikha Surtika Dewi SPsi MPsi, menyoroti fenomena “brain rot” yang kini mulai mengancam generasi muda, terutama Gen Z. Paparan berlebihan terhadap tayangan video pendek di media sosial dinilai bukan hanya menurunkan ketajaman berpikir dan literasi politik, tetapi juga berdampak serius terhadap kesehatan psikologis.
“Banyak dari anak muda sekarang itu tidak menyadari indikasi brain rot itu sendiri. Kadang terkesan capek aja, mood jelek aja, istilahnya lagi mager. Padahal itu tanda yang perlu diwaspadai, apalagi jika kita terbiasa mengonsumsi tayangan-tayangan pendek tanpa jeda,” ujar Rikha, Rabu (2/7/2025).
Baca Juga:MAN 1 Tasikmalaya Turut Meriahkan Kegiatan Peaceful Muharram 1447 HWarga Karanunggal Kabupaten Tasikmalaya Pertanyakan Modal BUMDes yang Dibekukan!
Menurut Rikha, konten politik di media sosial kini lebih menonjolkan pencitraan ketimbang substansi. Gen Z, yang menjadi pengguna dominan media sosial, berisiko menjadi konsumen pasif yang mudah diarahkan secara politik.
“Informasi politik di media sosial lebih banyak menampilkan citra daripada isi. Kontennya sering sudah direkayasa oleh industri pencitraan. Kalau tidak sadar, mereka bisa mudah dijadikan objek politik,” jelas Rikha.
Dampak Psikologis
Ketergantungan terhadap tayangan pendek disebutnya menciptakan efek instan yang membuat otak sulit menerima proses berpikir yang panjang. Akibatnya, muncul kecenderungan malas berpikir, mudah cemas, hingga gangguan tidur dan makan.
“Tayangan instan yang kadang tidak membangun akhirnya kayak nagih, nyandu. Kalau dihadapkan dengan sesuatu yang butuh usaha, mereka jadi malas,” ungkap Rikha.
Dalam kasus yang lebih parah, lanjutnya, muncul gejala gangguan kecemasan, sulit fokus, hingga isolasi sosial. Bahkan, kemampuan empati pun melemah.
“Mereka kurang bersosialisasi, mudah tersinggung, dan cenderung tidak peka terhadap lingkungan sekitar. Kalau ada orang dengan indikator seperti ini, itu tanda harus waspada,” ujarnya.
Kontrol Keluarga Lemah
Rikha juga menyoroti peran keluarga yang belum banyak sadar akan bahaya ini. Banyak orang tua belum mengenal istilah brain rot, meskipun anaknya sudah menunjukkan tanda-tanda gangguan konsentrasi akibat konsumsi tayangan pendek secara masif.