TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Wacana pembentukan Tim Akselerasi oleh Koalisi Kota Tasik Maju yang digagas Fraksi Gerindra DPRD Kota Tasikmalaya terus menuai tafsir beragam.
Di satu sisi, langkah itu diproyeksikan sebagai upaya mempercepat kinerja pembangunan, namun di sisi lain justru dipandang sebagai simbol belum mandirinya kepemimpinan Wali Kota Tasikmalaya, Viman Alfarizi Ramadhan.
Pengamat politik sekaligus Dosen Ilmu Politik Universitas Siliwangi (Unsil), M Ali Andrias, menyayangkan arah wacana yang muncul dari legislatif untuk memperkuat eksekutif.
Baca Juga:MAN 1 Tasikmalaya Turut Meriahkan Kegiatan Peaceful Muharram 1447 HWarga Karanunggal Kabupaten Tasikmalaya Pertanyakan Modal BUMDes yang Dibekukan!
Ia menilai hal itu menyimpang dari prinsip demokrasi yang seharusnya dijalankan berdasarkan fungsi kontrol dan pengawasan antar-lembaga.
“Intinya, tim ini cuma jadi backup Viman. Aneh, legislatif jadi backup eksekutif. Seharusnya ada check and balance politik,” tegas Ali, Senin (30/6/2025).
Ia menambahkan bahwa gagasan tim akselerasi yang muncul dari fraksi di DPRD justru menabrak prinsip dasar sistem presidensial yang memisahkan fungsi eksekutif dan legislatif secara tegas.
“Intinya, legislatif ngerjain tugas atau program eksekutif. Eksekutif dikawal sama legislatif — gimana ceritanya dalam sistem presidensial? Seharusnya Viman merancang program kerja bersama para kepala dinas bukan orang legislatif,” sindirnya.
Menurutnya, DPRD bukan perpanjangan tangan kekuasaan eksekutif, melainkan mitra kritis yang bertugas mengawal jalannya pemerintahan. Ketika fungsi ini kabur dan justru terlibat dalam membentuk tim yang mengamankan posisi kepala daerah, maka dikhawatirkan tidak akan ada lagi mekanisme koreksi yang sehat dalam politik lokal.
Pandangan senada disampaikan Pengamat Sosial dan Politik Tasikmalaya, Asep M Tamam. Ia menilai pembentukan tim semacam itu masih asing dalam praktik pemerintahan lokal di Indonesia. Karena itu, menurutnya, wacana ini perlu dilihat dari sisi relasi kekuasaan.
“Ini sesuatu yang baru, belum ada di tempat lain. Ini memunculkan beberapa tafsir, salah satunya bahwa sejauh ini Pak Viman memang belum bisa mandiri. Belum bisa bergerak leluasa seperti, misalnya, Kang Dedi Mulyadi atau pemimpin daerah lain yang sudah berpengalaman dan tidak harus dikawal dan dibimbing,” ujar Asep.
Baca Juga:Kadishub Kota Tasikmalaya Sudah Tak Fokus, Ring 1 yang Sebut Jalan SL Tobing Kewenangan Pemprov Jabar!Ratusan Ribuan Warga Priangan Timur Terdampak Penonaktifan BPJS Kesehatan Gratis oleh Kemensos
Asep menilai, seorang pemimpin daerah yang matang seharusnya memiliki jejaring diskusi, ruang pengambilan keputusan sendiri, serta kepercayaan diri dalam mengeksekusi kebijakan — tanpa perlu meresmikan forum pendampingan politik secara struktural.