Soal Wacana Jubir, Wali Kota Tasikmalaya Disebut Sudah Terlalu Banyak Corong

Instagram Wali Kota Tasikmalaya
Instagram Wali Kota Tasikmalaya Viman Alfarizi. (Ayu Sabrina/Radartasik.id)
0 Komentar

TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Selain rencana pembentukan tim akselerasi bagi pemerintahan Viman-Diky, kini muncul wacana baru untuk memperkuat komunikasi kepala daerah. Yakni akan adanya juru bicara untuk wali kota.

Wacana ini tidak berdiri sendiri, melainkan bagian dari paket usulan pembentukan Tim Akselerasi oleh koalisi partai politik pengusung Viman-Diky, yang selama beberapa pekan terakhir terus menguatkan posisinya di luar struktur pemerintahan.

Direktur Eksekutif DEEP Indonesia, Neni Nur Hayati, mempertanyakan urgensi kehadiran juru bicara di tengah banyaknya saluran informasi yang sudah dimiliki pemerintah —dari Prokopim, Diskominfo, hingga tim media pribadi wali kota.

Baca Juga:MAN 1 Tasikmalaya Turut Meriahkan Kegiatan Peaceful Muharram 1447 HWarga Karanunggal Kabupaten Tasikmalaya Pertanyakan Modal BUMDes yang Dibekukan!

“Kalau nanti ada juru bicara, menurut saya itu tidak urgent. Udah kayak kantor komunikasi kepresidenan, padahal di tingkat lokal. Perlu dikaji ulang sejauh mana kebutuhan membentuk tim akselerasi dan penunjukan jubir,” kritiknya.

Ia menilai wacana itu akan membuat wali kota terlalu banyak corong komunikasi yang pada akhirnya memicu kebingungan publik. Hal ini sekaligus akan membahayakan prinsip transparansi.

Neni menyoroti bahwa kanal informasi milik pemerintah saat ini belum memberikan ruang interaksi dua arah yang sehat. Masyarakat tidak diberi saluran efektif untuk memberikan umpan balik, kritik, atau informasi.

“Baiknya humas itu kerja benar. Bikinlah kanal-kanal yang bisa menerima masukan dan informasi dari masyarakat. Bukan hanya memoles wajah Pemkot di Instagram. Seperti di Yogyakarta sampai ada nomor antrean untuk warganya bisa berbicara dengan pemerintah,” ujarnya.

Kondisi seperti sekarang, lanjutnya, akan menumpulkan demokrasi dan memicu kejenuhan publik terhadap gaya komunikasi politik yang terlalu personal dan eksklusif.

Dalam pernyataannya, Neni memberi peringatan bahwa praktik komunikasi manipulatif di media sosial bisa menjadi ancaman serius terhadap demokrasi lokal. Terutama jika digerakkan oleh kekuatan buzzer, akun bot, dan tim pencitraan yang hanya melayani kepentingan politik jangka pendek.

“Dengan hadirnya akun-akun itu yang seolah-olah melakukan kerja baik, itu justru akan merusak demokrasi. Ini tidak sehat, dan bila dibiarkan, masyarakat akan terbiasa melihat pemerintah dari tampilan semu,” katanya.

0 Komentar