BANJAR, RADARTASIK.ID – Di usia 70 tahun, Karwasih, seorang wanita lanjut usia (lansia) asal Lingkungan Sumanding Wetan RT 03 RW 17, Kelurahan Mekarsari, Kecamatan Banjar, Kota Banjar, terus berjuang menghadapi kondisi kakinya yang kaku selama lebih dari dua tahun.
Lansia di Kota Banjar itu hidup bersama suaminya, Saleh (73), di sebuah gubuk sederhana berukuran sekitar 4×2 meter di atas tanah milik orang lain.
Kehidupan pasangan lansia di Kota Banjar ini menjadi potret nyata betapa kerasnya perjuangan di masa senja, terlebih dalam kondisi serba terbatas.
Baca Juga:Warga Kota Banjar Berbondong-Bondong Urus BPJS Kesehatan yang DinonaktifkanBhinneka Tunggal Ika: Afesta III SMAN 1 Banjar Tampilkan Keberagaman Budaya Indonesia
Awal mula kelumpuhan pada kaki Karwasih bermula saat ia masih aktif bekerja sebagai buruh tani di sawah.
Kakinya, khususnya bagian lutut kanan, tiba-tiba mengalami rasa sakit hebat saat sedang beraktivitas, yang kemudian membuatnya sulit bergerak.
Saat itu, Karwasih mencoba pertolongan awal berupa pengurutan.
Upaya tersebut sempat memberikan sedikit kelegaan, tetapi rasa sakit tidak sepenuhnya hilang.
Karena kekhawatiran sang suami, mereka akhirnya memutuskan memeriksakan diri ke rumah sakit.
Dokter yang memeriksa menyebut Karwasih mengidap rematik dan memberinya resep obat untuk dikonsumsi.
Sayangnya, meski telah mengonsumsi obat tersebut, kondisi Karwasih tidak membaik.
Kakinya tetap kaku dan sulit digerakkan, padahal pemeriksaan medis tidak menemukan kelainan serius pada kakinya.
Kesulitan ekonomi semakin memperberat perjuangan pasangan ini.
Penghasilan suaminya yang hanya bekerja serabutan jelas tidak cukup untuk biaya pengobatan.
Baca Juga:Sumur Asin, Warga Kota Banjar Kesulitan Air Bersih, Polisi Turun ke Desa BinangunMassa Aksioma Desak Kejari Kota Banjar Ungkap Pelaku Utama Kasus Dugaan Korupsi di DPRD
Bantuan dari anak mereka yang tinggal di Karawang pun hanya bisa digunakan sesekali untuk berobat dan selebihnya untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari.
”(Terkadang) tetangga yang dermawan suka beri bantuan cukup untuk kebutuhan sehari-hari,” ungkapnya baru-baru ini.
Karwasih dan suaminya hidup dalam gubuk yang sederhana dan memprihatinkan.
Gubuk itu berdinding asbes, beratap seadanya, dan beralaskan tanah yang ditutupi karpet serta terpal.
Ketika hujan deras, air kerap merembes dan membasahi bagian dalam tempat tinggal mereka.
Gubuk itu berdiri di atas tanah milik orang lain atas kebaikan seorang tetangga, setelah sebelumnya mereka harus meninggalkan rumah yang ditempati bertahun-tahun karena dijual oleh keluarga suami.