OJK Tasikmalaya Sarankan Korban Next 15 Lapor ke ISC

penipuan next 15
Melati Usman, Plt Kepala OJK Tasikmalaya
0 Komentar

TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tasikmalaya menanggapi serius temuan Komunitas Kumpulan Remaja Wani Bicara (Kurawa) Cayur terkaitnya maraknya warga Kecamatan Cikatomas, Kabupaten Tasikmalaya yang menjadi korban investasi ilegal berkedok kerja digital melalui aplikasi Next15.

Plt Kepala OJK Tasikmalaya, Melati Usman, menyatakan keprihatinannya atas kasus ini dan pihaknya mengaku telah berkoordinasi dengan Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas Pasti) untuk penanganan lebih lanjut.

“Kami mendapatkan informasi dari Kurawa bahwa Next15 ini memang meresahkan. Di Kecamatan Cikatomas saja itu ada Rp500 juta yang potensi hilang bahkan sudah mencapai sekitar seribu orang,” ungkapnya kepada Radar, Selasa (24/6/2025).

Baca Juga:Warga Karanunggal Kabupaten Tasikmalaya Pertanyakan Modal BUMDes yang Dibekukan!Ratusan Ribuan Warga Priangan Timur Terdampak Penonaktifan BPJS Kesehatan Gratis oleh Kemensos

Ia menjelaskan, bahwa berdasarkan laporan lapangan dan pendalaman informasi dari Komunitas Kurawa, Next15 menjalankan skema ponzi di mana aplikasi tersebut menjanjikan penghasilan harian dengan tugas sederhana, seperti menonton iklan lalu memilih kategori dari iklan tersebut.

Namun, untuk bisa memperoleh misi dan komisi tersebut, pengguna dipaksa untuk melakukan setoran dana terlebih dahulu atau disebut upgrade level dengan nilai yang bervariasi, mulai dari ratusan ribu hingga puluhan juta rupiah.

Menurut Melati, tawaran investasi semacam ini sangat berbahaya karena menjanjikan imbal hasil tinggi dalam waktu singkat dan hal ini melebihi batas logis dalam industri keuangan.

“Kami selalu tekankan dua hal, yaitu legal dan logis. Logis itu batasannya setahun return kita dari setiap investasi yang kita lakukan tidak boleh lebih dari 40 persen. 35 – 40 persen itu top. Kenapa? Di dalam industri investasi, di dalam sektor keuangan itu berlaku hukum risiko tinggi harus sebanding dengan pendapatan yang diperoleh. High risk high return istilahnya,” jelasnya.

“Kalau ada aset lain maka instrumen lain yang menjanjikan return lebih besar dari itu berarti sangat berisiko. Itu tinggi banget sebenarnya dan sudah hampir 99,99 persen diragukan keberadaannya alias bodong. Investasi bodong itu ujung-ujungnya judi,” sambungnya.

Melati juga menekankan bahwa pihaknya terus menggencarkan edukasi terkait investasi ilegal yang kini marak terjadi di masyarakat melalui berbagai kanal, termasuk kerja sama dengan akademisi.

0 Komentar