RADARTASIK.ID –Masalah indeks likuiditas kembali menjadi batu sandungan serius bagi ambisi Lazio untuk bangkit di bawah asuhan Maurizio Sarri.
Di tengah harapan memperbaiki performa dan memperkuat skuad, klub ibu kota justru dibayangi oleh kendala finansial yang sudah lama menghantui, yakni nilai indeks likuiditas klub yang belum mencapai batas minimum yang ditetapkan federasi.
Seperti diketahui, Federasi Sepak Bola Italia (FIGC) menetapkan ambang batas indeks likuiditas sebesar 0,8 sebagai syarat dasar untuk bisa beraktivitas secara leluasa di bursa transfer.
Baca Juga:CEO AC Milan: Ibrahimovic Bukan Bagian dari Struktur PerusahaanMassara Pertimbangkan Bawa Mantan Gelandang AC Milan ke AS Roma
Sayangnya, Lazio saat ini masih berada jauh di bawah angka tersebut yang membuat klub yang bermarkas di Formello itu terpaksa menahan diri di pasar transfer musim panas ini.
Kondisi ini memaksa manajemen Lazio untuk menjalankan strategi ketat: hanya bisa membeli pemain jika ada pemasukan dari penjualan.
Dengan kata lain, sebelum bisa melakukan perekrutan, mereka harus lebih dulu menyingkirkan pemain yang tak masuk dalam rencana pelatih musim depan.
Bagi Sarri, ini jelas menjadi mimpi buruk tersendiri. Alih-alih bisa meracik skuad ideal sejak awal pramusim, ia justru harus berhadapan dengan situasi yang membuat rencana teknisnya tidak berjalan maksimal.
Meski begitu, ada secercah harapan di balik situasi pelik ini.
Menurut laporan La Repubblica edisi lokal Roma, indeks likuiditas sebagai tolok ukur keuangan akan segera ditinggalkan oleh FIGC.
Mulai 1 Januari 2026, federasi akan beralih ke indikator baru, yaitu “indikator biaya tenaga kerja yang diperluas” (expanded squad cost indicator), yang akan mulai berlaku untuk musim 2025/2026.
Indikator baru ini menilai rasio antara biaya total skuad, termasuk amortisasi kontrak pemain, gaji kotor, dan komisi agen yang akan dibandingkan dengan total pendapatan klub.
Baca Juga:AC Milan Siapkan Dana Rp525 Miliar Untuk Gelandang Pencetak 2 Gol Pengganti ReijndersTerjerat Utang Lebih dari Rp8,8 Triliun, Lyon Terdegradasi ke Ligue 2
Batas maksimum yang ditetapkan adalah 80 persen dari pendapatan, dan akan diturunkan menjadi 70 persen mulai musim 2025/2026.
Dengan sistem baru ini, klub diharapkan lebih disiplin dalam mengelola keuangan, namun tetap diberi ruang manuver lebih luas ketimbang sistem indeks likuiditas.
Tujuan utama dari perubahan ini adalah menyelaraskan regulasi domestik dengan arahan dari UEFA terkait keseimbangan neraca keuangan (financial sustainability).